Meski begitu, sejujurnya, Febrianti masih berkeinginan untuk bertahan, di tengah status ketenagakerjaannya yang tak jelas serta upah yang rendah. Harapannya, suatu saat nanti bisa diangkat sebagai pegawai tetap.
Tetapi, pihak manajemen bank bersikap lain. Hanya sehari setelah ia melangsungkan pernikahan, pihak bank memecatnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Jawa Timur, Abdul Khoir mengatakan, perlindungan pekerja oleh negara hingga saat ini masih minim. Terlebih, menyusul disahkannya UU Ciptaker beberapa waktu lalu.
Upah rendah, beban kerja berat, hingga status yang tidak jelas adalah beberapa contohnya. Dan itu terjadi di banyak tempat, kata aktivis yang kerap disapa Juir ini.
“Celakanya, praktik kekerasan dan pelanggaran hak pekerja itu juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah alias milik negara,” katanya.
Menurut Juir, apa yang dialami Febrianti juga terjadi di banyak tempat; bertahun-tahun bekerja tanpa kejelasan status dengan upah rendah. Karena itu, ia pun mendorong para pekerja untuk berserikat dan memperjuangkan haknya secara bersama-sama. “Karena selain ini problem bersama, sulit juga untuk berjuang sendiri-sendiri,” jelas Juir. (*)