Laporan: Asad Asnawi
DESA Ngerong, yang berada di Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan telah menarik perhatian berkat inisiatifnya dalam mengelola sampah secara efektif dan berkelanjutan. Kolaborasinya dalam menangani sampah antara pemerintah desa, organisasi lingkungan telah berhasil menciptakan role model pengelolaan sampah yang dapat diadopsi di tempat lain.
Dengan semangat ‘Ubah Sampah jadi Peluang’ telah mengubah paradigma seputar sampah, tidak melihatnya sebagai masalah, tetapi sebagai peluang. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) TPS 3 R Ngerong Asri, selaku pengelola sampah desa setempat telah memperkenalkan program inovatif yang mengubah sampah menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat.
Nah, salah satu kunci keberhasilan ini adalah penguatan kelembagaan dan juga infrstruktur terpadu yang memadai. Di antaranya, TPS (Tempat Penampungan Sementara) yang lebih dari 1000 meter persegi, lengkap dengan sejumlah fasilitas. Seperti mesin pencacah, gudang, gerobak, ruang administrasi, hingga ruang pertemuan.
“Kami ingin menjadikan desa kami sebagai desa yang mampu olah sampahnya secara mandiri. Sehingga, harapannya Ngerong bisa menjadi desa yang benar-benar berseri. Lingkungannya bersih, masyarakatnya sejahtera,” terang Ketua KSM TPS 3 R Ngerong Asri, M. Muzayin, Sabtu (16/3/2024).
Jauh sebelumnya, seperti yang terjadi di banyak tempat, Ngerong menghadapi persoalan terkait sampahnya. Keterbatasan SDM dan fasilitas yang tak memadai menjadikan sampah bertumpukan di banyak tempat. Di pinggir-pinggir jalan, di lahan kosong. Atau, yang jamak adalah dengan cara dibakar.
Pelan tapi pasti, sampah yang menumpuk dan tak terkelola itu menjadi persoalan karena menimbulkan bau menyengat. Oleh KSM, sampah-sampah itu kemudian dikirim ke TPS di Randupitu, tetangga desa Ngerong. Tetapi, hal itu tidak menjadi solusi lantaran kondisi TPS yang overload.
Dari sanalah, KSM kemudian berinisiatif untuk membangun TPS-nya sendiri, memanfaatkan tanah kas desa. Di fasilitas ini, sampah yang masuk selanjutnya dipilah menjadi tiga bagian; sampah kering, basah dan sampah residu.
Muzayin bilang, sampah kering, ia jual untuk menjadi cuan yang dipakai untuk membantu biaya operasional. Lalu sampah basah, diolah untuk menjadi pupuk organik atau kompos. “Sampah residu, yang sudah tidak bisa diolah ini kami kirim ke TPA (tempat pembuangan akhir)” jelas Muzayin.
Pengelolaan sampah secara mandiri ini terbukti menekan biaya operasional sebelumnya untuk mengirim sampah ke TPA. Dulu, kata Muzayin, ia harus mengeluarkan biaya bongkar muat Rp9 juta per bulan hanya untuk mengirim sampah ke TPA. Namun, setelah dikelola secara mandiri, ia tidak hanya bisa memangkas biaya ke TPA separo lebih, tetapi juga mendapat cuan dari menjual sampah yang masih memiliki nilai ekonomi.
Keuntungan lainnya, terbukanya lapangan kerja. Menurut Muzayin, jika ditotal, ada sekitar 50 orang pekerja terlibat di persampahan ini. Dan, yang menarik, sebagian pekerja berasal dari kalangan disabilitas. “Mereka juga mendapat fasilitas insentif untuk asuransi kesehatan,” jelas Muzayin.
Desa Ngerong memiliki luas 418.328, hektar dengan jumlah penduduk sekitar 10.524 jiwa dan 3.328 KK yang tersebar di 10 dusun. Meliputi Ngerong, Kecicang, Mojorejo, Karangploso, Keboireng, Pucang, Putat, Kedanten, Ngingas dan Payaman.
Muzayin menyebut, apa yang dicapai Desa Ngerong saat ini tidak lepas dari pendampingan Forum Komunikasi Peduli Lingkungan (FKPL). Forum yang fokus terhadap pengelolaan sampah di Kabupaten Pasuruan ini cukup intens membantu penguatan kapasitas kelembagaan dan juga Sumber Daya Manusia (SDM). Termasuk, penyediaan data.