“Jual cincau di pasar itu allah memberi keberkahan atas pekerjaan saya, jadi saya bisa mengumpulkan pundi-pundi, sedikit demi sedikit akhirnya bisa terkumpul sampai jenjang pelunasan. Saat biaya naik itu nggak bingung, soalnya awal itu inisiatif saya menabung, menabung, menanbung”
Laporan : Akhmad Romadoni
Kisah inspiratif datang dari pasangan suami istri penjual cincau di Pasar Kebonagung, Kota Pasuruan. Kakek nenek yang sudah berusia 60 tahun ke atas itu berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk bisa berangkat ke tanah suci mekkah.
Ia adalah Yulias Mianah (60) dan Djami’an (62), pasangan itu nampak sumringah saat ditemui wartabromo.com di keramaian Pasar Kebonagung.
“Ini sudah mau pulang, soalnya di rumah banyak tamu datang. Jumat besok sudah berangkat,” kata Mianah, Rabu (14/6/2023).
Berjualan cincau sejak tahun 1983 mereka lakoni setelah 3 tahun menikah. Sehari-hari Djami’an yang membantu mengangkat barang-barang berat dan menata bedak yang kurang lebih berukuran 1×3 meter tersebut.
“Saya menikah tahun 1980, suami yang awalnya ikut orang menjadi tukang kayu atau mebel berhenti dan membantu saya berjualan cincau di pasar,” tuturnya.
Media ini kemudian dipersilahkan mendatangi rumahnya yang berada di Jalan Urip Sumoharjo, Gang 2, Kelurahan Pohjentrek, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan. Rumahnya pun berada di permukiman padat penduduk dan masuk ke gang gang kecil.
Koper-koper persiapan haji pun ia tunjukkan kepada para media yang ingin meliput kisah inspiratif pasangan suami istri tersebut. Keduanya ditugaskan untuk mengumpulkan koper itu sehari sebelum keberangkatan haji.
“Barang-barang sudah siap ini ada di koper, besok di kumpulkan,” katanya.
Berprofesi sebagai penjual cincau di pasar tradisional, tidak menyurutkan niat pasutri di Kota Pasuruan ini untuk bisa berangkat haji ke tanah suci. Ia kemudian bercerita jerih payahnya mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari berjualan cincau tersebut.
Selain cincau, mereka juga menjual kue basah, dawet, kolang-kaling, hingga bubuk jamu. Mereka berjualan cincau untuk membantu perekonomian keluarga.
“Saya harus kerja supaya anak saya bisa sekolah, tidak seperti saya yang hanya lulusan SD. Awalnya modal itu cuma jualan cincau 3 buah kulaknya masih 100 rupiah,” lanjut nenek yang sudah memiliki 7 cucu itu.
Ibu dari tiga anak ini menuturkan tiap harinya dia selalu menyisihkan uang untuk tabungan haji. Cita-citanya untuk menunaikan ibadah ke tanah suci dia wujudkan paska anak-anaknya sudah lulus kuliah dan menikah.
“Saya nunggu anak-anak sudah jadi semuanya. Nabungnya itu kadang ya kalau ada 20 ribu saya tabung. Pas kekumpul sejuta, 2,5 persennya saya zakatkan,” jelasnya.
Hampir tiga tahun setelahnya, tepat tahun 2011 lalu tabungan yang dikumpulkan Miana dan suami pun sudah cukup untuk mendaftar haji. Bahkan, tabungan haji tersebut tidak pernah dia ceritakan kepada suaminya.
“Suami saya saja ndak tahu kalau ada tabungan, dia kaget dan baru mau diajak haji setelah yakin dan siap,” imbuhnya.
Menurutnya, ia menabung bukan hanya untuk biaya pelunasan haji saja. Melainkan tabungan sewaktu-waktu biaya haji naik di kemudian hari.
“Jual cincau di pasar itu allah memberi keberkahan atas pekerjaan saya, jadi saya bisa mengumpulkan pundi-pundi, sedikit demi sedikit akhirnya bisa terkumpul sampai jenjang pelunasan. Saat biaya naik itu nggak bingung, soalnya awal itu inisiatif saya menabung, menabung, menabung,” katanya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
Setelah menunggu 12 tahun, Miana, 60, pasangan suami istri itu pun bisa menunaikan rukun islam ke lima. Mereka masuk dalam daftar rombongan jemaah haji tahun 2023.
“Saya dan suami masuk haji kloter 66 dari Kota Pasuruan,” tuturnya. (yog)