Sensasi getaran yang dikeluarkan oleh Woofer (Speaker bass) dentumannya bisa menyakiti badan dan membuat gendang telinga berdengung.
Oleh : Ari Suprayogi
Hampir setiap malam minggu sejak awal ramadan selalu terdengar suara gemlegar musik DJ remix memekakkan telinga di tengah malam hingga waktu menjelang subuh. Suara keras itu berasal dari rombongan sound system yang bergerak di kawasan pemukiman warga di lereng Arjuna, salah satunya di jalanan Desa Tejowangi Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan.
Suara yang memecah keheningan malam Ramadan itu lebih mirip karnaval atau festival Sound Horeg akhir pekan daripada kegiatan sejumlah warga yang membangunkan orang atau Patrol Sahur secara tradisional dengan bunyi kentongan.
Selain waktu dimulainya yang lebih awal sekira pukul 00.30 WIB, alunan musik DJ Remix juga rombongan sound system yang menggunakan kendaraan bak terbuka, tak bisa dibilang sedikit. Mereka berasal dari berbagai desa di kecamatan Purwosari hingga dari luar Kecamatan di sekitarnya, seperti Purwodadi, Sukorejo hingga Pandaan. Sebagian bahkan rela menyewa kendaraan bak terbuka maupun mesin diesel agar bisa ikut tampil dan berkeliling bersama lainnya.
Para pemilik Sound System ini datang dan berkumpul tanpa dikomando atau direncanakan. Mereka tiba – tiba muncul, bertemu dan kemudian berkeliling dengan dentuman musik remix dipadu kilatan lampu sorot bergerak di sepanjang jalan desa.
Saat musik mulai terdengar, para pecinta musik Horeg yang kebanyakan anak – anak dan remaja ini pun berhamburan keluar rumah, mereka langsung ikut dalam pawai, membuntuti dengan motor atau hanya melihat dari teras rumah layaknya tontonan karnaval siang hari di perkampungan.
Dentuman musik DJ yang diputar dari piranti Sound yang eksesif mampu menembus keheningan malam bahkan yang berkapasitas besar bisa menembus 7 kilometer. Alhasil, suara keras itu pun memicu ‘Duel’ antar sesama rombongan sound yang bergerak. Mereka saling adu kencang suara musik.
Bagi warga yang dilintasi rombongan pawai Sound ini pun dijamin tidak akan bisa tidur nyenyak.
Horeg sendiri dimaknai sebagai getaran kuat yang ditimbulkan oleh dentuman ‘suara’ musik remix keras yang dikeluarkan dari peralatan Sound System berkapasitas besar. Sound System ini rata – rata mengunakan 32 Speaker Subwoofer berdaya sekitar 165 ribu watt.
Sensasi getaran yang dikeluarkan oleh Woofer (Speaker bass) dentumannya bisa menyakiti badan dan membuat gendang telinga berdengung.
Pro Kontra
Fenomena Adu Bising Patrol Sahur Sound Horeg ini ternyata mengalami pro dan kontra dari warga. Setelah di akhir minggu pertama Ramadan, rombongan sound Horeg bebas hilir mudik di jalan desa setempat. Minggu kedua, akhir pekan, rombongan sound Horeg mendapatkan peringatan dan diminta oleh sejumlah warga agar tidak melakukan pawai di jalan desa setempat.
Pasca kejadian, Penulis sempat melihat dan memantau perbincangan di salah satu grup perpesanan antara para pemuda dan warga di Desa setempat.
Bagi sebagian para pecinta Sound Horeq, pawai ini hanya terjadi satu tahun sekali yakni saat Ramadan dan akhir pekan. Mereka merasa jika kegiatan ini layaknya Patrol sahur yang dilakukan oleh komunitas atau warga kebanyakan bahkan bisa mendatangkan kerumunan yang memberi kesempatan mencari rejeki bagi para pedagang malam Ramadan.
“Ini lho hanya setahun sekali. Akhir pekan juga, ” ujar salah seorang warga.
Namun bagi warga yang tidak menyukai kebisingan berlebihan yang sangat menganggu, keberadaan Sound Horeg saat Ramadan dianggap menimbulkan ancaman keramaian tak terkendali.
“Kalau ada apa – apa bagaimana, wong ada keramaian sebanyak ini. Siapa yang bertanggungjawab, “kata lainnya.
Untuk diketahui, Patrol Sahur menggunakan Sound Horeg musik Remix hampir terjadi di berbagai daerah di Jawa Timur seperti kawasan Pantura Pasuruan, Lumajang, Jember hingga Gondanglegi Malang.
Aturan Kebisingan Suara
Kebisingan suara sendiri sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah, Kementerian agama sempat mengeluarkan surat edaran menteri agama nomer 5 tahun 2022 tentang aturan pengeras suara di Masjid Musholla termasuk saat Ramadan.
Selain itu, dikutip dari hukumonline.com aturan mengenai pengeras suara sebenarnya juga diatur dalam Keputusan Menteri Negara (Kepmen) Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Tingkat Baku Kebisingan.
Untuk mencegah terjadinya gangguan yang tidak diinginkan, pemerintah membuat aturan mengenai nilai batasan kebisingan yang diperbolehkan di lingkungan.
Tingkat kebisingan ini dikelompokkan dan diperuntukkan untuk kawasan atau lingkungan terkait.
Peruntukan Kawasan:
Perumahan dan permukiman sebesar 55 dB,
Perdagangan dan jasa sebesar 70 dB,
Perkantoran dan perdagangan sebesar 65 dB,
Ruang terbuka hijau sebesar 50 dB,
Industri sebesar 70 dB
Pemerintah dan fasilitas umum sebesar 60 dB,
Rekreasi sebesar 70 dB,
Bandara, stasiun kereta api dan pelabuhan masing-masing sebesar 70 dB.
Lingkungan Kegiatan:
Rumah sakit atau sejenisnya sebesar 55 dB,
Sekolah atau sejenisnya sebesar 55 dB,
Tempat ibadah atau sejenisnya sebesar 55 dB.
Bagaimana pendapat kalian? (red)