Santri di Pondok Pesantren Raudlatul Muta’allimin, Wonoasih, Kota Probolinggo bisa menikmati biaya pendidikan dan pondok secara gratis. Meski demikian, santri diajarkan untuk mandiri, melalui wawasan mengenai berbagai jenis usaha. Salah satu yang sedang naik daun adalah bisnis olahan sambal teri. Pemasarannya kini merambah pasar nasional.
Laporan: Lailatuansyah
OLAHAN sambal teri santri di Kota Probolinggo, sukses menembus pasar nasional. Dirintis sejak pandemi Covid-19 dua tahun silam, usaha kecil itu kini makin banjir pesanan.
Produk yang satu ini merupakan karya santri Pondok Pesantren Raudlatul Muta’alimin, Wonoasih. Mereka memiliki usaha sambal dengan delapan varian rasa.
Mulai dari sambal teri putih, sambal klotok, sambal cumi, sambal udang rebon, sambal teri medan, sambal tongkol, sambal bawang dan sambal cabe hijau. Seluruh proses pengolahan sambal, dilakukan oleh santriwati.
“Ide awalnya dulu waktu pandemi itu, kami nganggur tidak bisa belajar dan diam di pondok. Lalu kami diajari membuat sambal ini,” tutur mahasantri setempat, Farhatus Solihah, Sabtu (01/04/2023).
Bahan-bahan pembuat sambal, mudah didapat di pasar sekitar pondok. Termasuk cara pembuatan yang cukup mudah. Sehingga untuk proses pembuatannya pun bisa dipelajari secara cepat.
“Sambal ini bisa tahan antara dua sampai tiga bulan, walau tanpa bahan pengawet,” imbuh Farhat.
Ramadhan kali ini pun, membawa berkah bagi para santri ini. Pesanan sambal melonjak signifikan. Dari sebelumnya hanya 250 botol sebulan, kini sudah mencapai hampir 500 botol.
Pesanan datang dari santri, guru, ustad dan ustadzah dari pondok pesantren lain. Karena memang pemasaran sambal ini masih mengandalkan jejaring pondok pesantren dan pasar digital.
Setiap botol, sambal dibanderol antara Rp20 sampai Rp28 ribu. Tergantung varian rasa sambal.
Mahasiswi Unzah Genggong itu menyebut, olahan sambal ini sudah mendapat label sertifikasi halal. Sehingga aman dan tidak perlu khawatir akan bahan dan kandungan di dalamnya.
Sampai saat ini, sambal teri olahan santri Ponpes Raudlatul Muta’allimin ini sudah menembus pasar nasional. Seperti Jakarta, Malang, Surabaya, Papua, Lumajang, Pasuruan dan Probolinggo sendiri.
Pengasuh Ponpes Raudlatul Muta’allimin, Abdul Aziz menyebut, pihaknya memberikan keterampilan entrepreneur ini pada santri agar bisa bersaing dengan keadaan ekonomi global.
“Dari keterampilan ini, mereka bisa belajar memproduksi sesuatu, memasarkannya serta mengatur keuangannya,” kata mantan Anggota DPRD Kota Probolinggo ini.
Hasil dari usaha santri pun dinikmati sepenuhnya oleh santri. Termasuk untuk biaya operasional pondok dan biaya pendidikan.
Pondok dengan jumlah sekitar 350 santri mukim ini, tidak menarik biaya pada santri. Namun santri diajari mandiri. Dengan berbagai macam wirausaha. Salah satunya, olahan sambal ini. (may)