Laporan : Akhmad Romadoni
GILA, adalah prilaku diluar kewajaran. Atau abnormal, atau bisa juga anomali, diluar kebiasaan. Itu pula yang dilakukan Mukarim, lelaki 74 tahun asal Desa Penunggul, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan.
Saat sebagian orang abai terhadap ancaman abrasi kawasan pesisir, Mukarim memilih jalan lain. Sendirian, ia menanam mangrove di pesisir Nguling hingga seluas 40 hektar lebih.
Sempat dianggap tak waras atas aksi nyelenehnya itu, Mukarim kini menjadi salah satu rujukan pengembangan mangrove. Bahkan oleh mancanegara. Dan kini, jutaan pohon mangrove yang ditanam Mukarim menjadi dinding penahan abrasi dan terjangan gelombang air laut.
Rabu (18/1/2023) lalu, WartaBromo menyambangi kediaman Mukarim yang tertelak di kampung nelayan itu. Rumahnya terlihat sederhana. Berdinding tembok dengan ukuran sekitar 7×8 meter.
Sembari duduk di kursinya, Mukarim mempersilakan media ini masuk rumahnya. “Maaf saya habis jatuh, agak cedera. Silakan duduk,” kata Mukarim.
Dengan menggunakan tongkat, Mukarim berdiri menyalami media ini sebelum akhirnya kembali duduk. Peraih Kalpataru tahun 2005 untuk kategori Perintis Lingkungan itu menceritakan bagaimana ide gilanya menanam mangrove itu bermula.
“Tahun 1983 saya mulai menanam,” kata lelaki yang kini dikaruniai 15 cucu ini. Kala itu, ada 500 bibit mangrove jenis rhizophora mucronata atau sering disebut bakau yang ia tanam di bibir pesisir Penunggul.
Lambat lain, ratusan bibit mangrove yang ia tanam itu tumbuh subur. Hal itu membuantnya makin semangat. Bahkan, setiap pulang mencari kepiting, ia selalu menyempatkan diri untuk menanam mangrove.
Hingga kini, tak terhitung lagi berapa jumlah mangrove yang ia tanam. Namun, dihitung area yang telah tertanami, jumlahnya mencapai ratusan 40 hektar lebih.
Setiap bulan Agustus sampai Desember waktunya hanya ia gunakan untuk mencari bibit dan menanam mangrove.
“Saya cari bibit di probolinggo, dulu kan kalau musim buahnya itu jatuh-jatuh sendiri, jadi saya ambilin sendiri. Lalu saya gotong sendiri dengan perahu kecil saya tanam pun sendiri,” pungkasnya.
Mukarim semakin terpacu, melihat kondisi kampungnya yang hanya berjarak 50 meter dari bibir pantai. Setiap pagi, siang hingga malam hari pun ia tetap menanam mangrove.
Karena aksinya itu, banyak tetangga dan warga sekitar yang menyebutnya gila. “Menanam dan terus menanam, itupun saya nggak liat waktu, meski malam tetap menanam. Sampai orang-orang itu saya dianggap orang gila, setiap hari menanam mangrove,” katanya.
Tahun 1999 hasil jerih payahnya mulai terlihat. Kawasan bibir pantai seluas 47 hektar dipenuhi dengan rimbunnya tanaman mangrove.
“Tangan saya sendiri 47 hektar, mulai tahun 1986-1999, dan itu tanpa bantuan siapa-siapa,” tuturnya.
Alhasil, banyak warga mengapresiasi aksi yang dilakukan Mukarim. Apalagi, sebelum ada hamparan mangrove, desa tempatnya tinggal itu kerap menjadi langganan banjir rob.
“Kalau banjir sampai kantor desa, setelah ada mangrove nggak ada lagi, tinggi banjir 20-30 sentimeter masuk kampung. Kalau sekarang nggak ada sama sekali,” ucapnya.
Atas jerih payahnya itu, pada 2001, Mukarim dipanggil pihak desa untuk menerima penghargaan. Hingga akhirnya, konsistensi dan perjuangan Mukarim terdengar oleh pemerintah kabupaten.
Hingga pada 2005, peristiwa yang tak disangkanya itu datang: ia diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jakarta. Di ibu kota itu, ia menerima penghargaan Kalpataru, sebuah penghargaan tingkat nasional di bidang lingkungan.
“Saya nggak tahu apa-apa, Tiba-tiba dipanggil dan mendapat penghargaan dari desa. Saya kan lulusan SR (Sekolah Rakyat) nggak tahu apa-apa,” lanjutnya.
“Pak presiden waktu itu pesan sama saya. Pesen Presiden, Pak Mukarim harus berhenti nelayan, banyak orang yang harus belajar tentang mangrove,” ucapnya sambil menirukan apa yang dikatakan Presiden.
Dijuluki sebagai pelestari lingkungan, saat ini hutan mangrove di pesisir pantai Desa Penunggul sudah ada 140 hektar. Kini, dari tangan Mukarim ini pula, jutaan bibit mangrove dihasilkan untuk disebar ke seluruh wilayah Indonesia.
Setiap tahun ia bisa mengeluarkan 3 juta bibit mangrove yang dibeli oleh beberapa daerah di Indonesia. “G20 di Bali lalu saya kirim 4000 bibit mangrove,” pungkasnya. (asd)
Simak Videonya :