Tentu saja ini memperbesar kemungkinan para pendukung ISIS menjawab seruan Abu Umar Al Muhajir untuk melancarakan serangan terhadap mereka yang dianggap musuh Allah. Salah satu yang mereka anggap sebagai musuh adalah polisi.
Kekhawatiran berikutnya adalah transfer keahlian. Agus merupakan ahli kelistrikan dan memiliki kemampuan untuk merakit bom. Ia mempelajari pembuatan bom secara otodidak melalui internet di link Telegram Bahrum Naim salah satu Anggota ISIS yang berada di suriah pada 2017.
Bila selama bergaul dengan militan pro-ISIS di Solo Agus berhasil mentransformasi keahliannya kepada yang lain, maka ancaman teror akan semakin besar. Sebab bisa jadi banyak militan pro-ISIS yang saat ini memiliki keahlian setidaknya sama dengan Agus, yaitu mampu merakit bom panci.
Perlu diingat juga, bahwa kasus bom Surabaya yang dilakukan keluarga Dita Oepriarto pada 2018 silam ternyata tak hanya membuat bom untuk aksi bersama keluarganya, namun ia membuat banyak bom. Bom yang lain itu kemudian dikirim ke sejumlah sejawatnya di Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang pro-ISIS. Nah, ini yang lebih mengerika, bila ternyata Agus tak hanya membuat dua buah bom, namun lebih dari itu dan disimpan oleh rekan-rekannya yang lain, maka ini akan sangat berbahaya.
Karena itu, peristiwa bom di Polsek Asta Anyar Bandung pekan lalu bukan jadi serangan tunggal semata, namun sebuah serangan awal dari penyambutan seruan Juru Bicara ISIS untuk melancarkan serangan di manapun berada.
Sekali lagi, ini sudah pasti menjadi warning, peringatan, lonceng keras bagi aparat keamanan terutama polisi untuk bekerja ekstra demi meredam pergerakan militan pro-ISIS yang kemungkinan telah mempersiapkan aksi mereka dan tinggal menunggu momen dan waktu yang tepat untuk melancarkan aksi. Meski tentu kita semua berharap, tak ada lagi serangan bom bunuh diri di Indonesia. (*)
*Penulis merupakan freelance reporter, pernah bekerja di Indorpess.id, domisili di Bekasi.