Pasuruan (WartaBromo.com) – Cukai hasil tembakau yang dipungut negara ternyata juga dikembalikan lagi kepada daerah penghasil. Bentuknya berupa Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Untuk tahun 2022 ini, DBHCHT Kabupaten Pasuruan mendapatkan porsi cukup besar Rp 260 Miliar.
Menurut Kepala Satpol PP, Bakti Jati Permana, dana sebesar itu awalnya tidak utuh sebanyak itu. Awalnya sekitar Rp 195 Miliar. Kemudian, ada tambahan dari Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun lalu sekitar Rp 40 miliar. Belum lagi ada penambahan lain dari kurang bayar yang nilainya sekitar Rp 16 Miliar,
“Ya, saya kira ini sangat banyak,” ujar Bakti Jati Permana saat sesi Podcast yang dipandu GM Warta Bromo, Muhammad Hidayat.
Podcast ini sudah ditayangkan di Channel youtube Pasuruan Hari Ini.
Banyaknya DBHCHT ini kemudian dialokasikan ke beberapa sektor. Sesuai aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 215/2022, alokasi DBHCHT diperuntukkan pada bidang kesehatan 40 persen. Lalu, Kesejahteraan Masyarakat 50 persen dan sektor penegakan hukum 10 persen.
Untuk Kesejahteraan Masyarakat, lanjut Bakti, yang 20 persen tetap untuk kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas. Sementara 30 persennya untuk kesejahteraan lingkungan. Bisa dalam bentuk BLT atau jaminan.
“Kalau dirasa cukup, maka sisanya bisa dialokasikan ke kesehatan atau prioritas daerah,” tegasnya.
Kalau dulu, lanjut pejabat yang pernah dikabarkan sebagai pejabat termiskin ini menyatakan, alokasi DBHCHT berlangsung ketat. Regulasi yang diterapkan oleh kementerian tidak bisa flexibel. Sehingga, program kerja yang dijalankan harus sesuai dengan aturan yang ada.
Namun, pada 2022 ini ada kelonggaran sedikit. Artinya, jika ada alokasi dana pada penegak hukum yang cukup tidak sampai 10 persen dari total anggaran, maka sisa anggaran itu bisa dialokasikan ke sektor kesehatan, kesejahteraan masyarakat atau periotas pembangunan daerah.
“Dulu bayangkan sektor penegakan hukum dapat 25 persen misalnya. Sekitar 50 miliar. Bayangkan, bisa menghabiskan dana sebesar itu. Makanya banyak silpa saat itu. Bukan karena kita kurang perencanaan. Ya, karena aturan-aturan yang ketat itu yang mendasari,” cetusnya.
Namun, saat ini karena dianggap lebih luwes dan flexibel, maka diusahakan penyerapan anggaran yang teralokasikan pada beberapa sektor itu bisa dilakukan dengan baik.
Aturan yang flexibel ini, lanjut Bakti, karena sebelumnya ada masukan dari Bupati Irsyad Yusuf yang meminta petunjuk langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Setelah itu, Menteri Sri Mulyani menyampaikan ke Presiden Jokowi. Sehingga pada 2022 itu ada kelonggaran sedikit dari regulasi DBHCHT tersebut.
“Yang wajib dan tidak boleh berubah itu adalah kesehatan yang 40 persen. Lalu, kesejahteraan masyarakat dari minimal 20 persen dari 50 persen itu. Ya, kalau penegakan hukum sih ndak sampai 10 persen kita serap bisa kita serahkan sisanya kepada sektor lain,” cetusnya. (day/*)