Ke Sumber Kapong, Dusun Merdeka Listrik Sejak Puluhan Tahun

947

Mengandalkan potensi alam yang dimilikinya, Dusun Sumber Kapung di Kabupaten Probolinggo sukses mewujudkan sebagai kampung mandiri energi. Apa kiatnya?

Sundari Adi Wardhana, Probolinggo.

DARI balik perbukitan, arus sungai mengalir deras melewati Desa Andung Buru, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Seolah membelah bukit, alirannya meliuk melewati sungai kecil dengan kontur menurun di Dusun Sumber Kapong.

Dusun yang berada di lereng Pegunungan Hyang atau Argopuro ini, terletak di ketinggian 1.000 mdpl. Hamparan tanaman kopi, jagung dan sayuran tumbuh subur di kanan kiri jalanan berkelok menuju dusun dimaksud.

Sepintas tak ada yang istimewa dengan dusun yang dapat ditempuh sekitar 2 jam dari Kota Kraksaan itu. Namun, dibalik kesunyiannya itu, dusun ini telah menahbiskan diri sebagai kampung mandiri energi. Sejak puluhan tahun silam ratusan KK di dusun ini merdeka dari ketergantungan listrik PLN.

Kebutuhan listrik sehari-hari mereka dapatkan dari pembangkit listrik tenaga air (mikrohidro) yang memanfaatkan aliran sungai kecil di dusun setempat. Total ada 3 pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang digunakan warga.

“Dulu gelap gulita, sekarang terang benderang, tak perlu khawatir ada pemadaman, nyala 24 jam,” kata Mohammad Rasid, tokoh masyarakat Dusun Sumber Kapong kepada WartaBromo, Selasa (9/8/2022).

Rasid bercerita ihwal kampungnya merdeka dari listrik PLN ini. Bermula ketika dirinya bersama Suryani, istrinya, berkunjung ke kediaman pamannya di Jember sekitar 1993 silam. Kebetulan, rumah si paman yang bermukim di perkebunan eks Belanda, diterangi oleh listrik mandiri. Energi itu didapat dari dinamo yang digerakkan oleh kincir air.

“Saya berpikir kenapa gak juga diterapkan di daerah saya yang daerahnya mirip dengan di Jember. Saya kemudian menjual sapi dan meniru untuk membuat bolang-balik atau kincir dari aliran sungai,” kenang sang inisiator PLTMH.

Upaya ayah 2 anak itu, mendapat cibiran dari warga. Bahkan dianggap gila karena hendak mengubah air menjadi energi listrik. Meski dicemooh, ia tetap melanjutkan angan-angannya. Hingga akhirnya, listrik dari baling-baling tersebut sukses memproduksi listrik.

“Ya awalnya belum stabil, karena memang saya tidak faham ilmu kelistrikan, yang penting nyala. Alhamdulillah selama puluhan tahun mampu menerangi perkampungan,” ucap ia sembari bertahmid.

Jika awalnya menggunakan bolang-baling, kini PLTMH itu memakai turbin. Tiga PLTMH yang dikelola kelompok Tirta Pijar mampu menghasilkan listrik 105 KVA. Berasal dari 2 generator masing berkekuatan 40 KVA dan 1 generator 25 KVA. Listrik yang dihasilkan dialirkan ke 600 keluarga.

Ratusan pelanggan itu, tak hanya mencakup dusun setempat, melainkan lintas desa antar kecamatan. Untuk Kecamatan Tiris, ada 2 desa yang menikmati, yaitu Desa Angdung Biru dan Desa Tiris.

Kemudian 3 dusun di Desa Sumber Duren dan 2 dusun di Desa Roto. “Yang paling banyak di Sumber Duren, sekitar 300 keluarga,” ungkapnya.

Selain untuk penerbangan atau lampu, listrik di sini juga untuk keperluan lainnya. Seperti mengoperasikan alat pengolahan kopi, alat mebel, televisi dan lainnya. Menggerakkan perekonomian warga sekitar. “Saya punya usaha kopi, ya pake listrik ini,” kata Joko, warah Desa Sumber Duren.

Warga yang memanfaatkan listrik hanya membayar Rp 500 kilowatt jam (kWh). Tiap bulan warga akan ditarik iuran dengan nominal yang berbeda. Tergantung dari jumlah pemakaian dan besaran instalasi listrik yang mereka pasang di rumahnya. Rata-rata, warga membayar iuran dari Rp 30.000-70.000 per bulan.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.