Tutur (WartaBromo.com) – Ratusan pedagang di Pasar Desa Wonosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan menolak penarikan biaya sewa oleh Pemdes setempat. Penolakan itu terjadi setelah pihak desa menarik biaya sewa yang tak sesuai aturan.
Hadi Purnomo, Advokat Hukum Paguyuban Pasar Desa Wonosari mengatakan, berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan, semua pasar desa maupun pasar daerah tidak ada istilah biaya sewa, yang ada adalah pembayaran retribusi.
“Ya harusnya kami dilibatkan, diajak rembukan ketika ada penetapan tarif sewa. Dan kami tau-taunya ada surat peringatan tertulis sampai tiga kali untuk membayar lunas biaya sewa selama 3 tahun,” kata Hadi, kepada WartaBromo.com, Jumat (08/07/2022).
Hadi menyebut, penarikan biaya sewa oleh Pemerintah Desa Wonosari tersebut tanpa melalui musyawarah atau sosialisasi kepada pedagang.
Dalam lembaran surat pemberitahuan itu sudah tertera nominal berapa besar tarif sewa yang terutang.
Hadi mengatakan, para pedagang di pasar itu sudah membayar retribusi sejak tahun 1991 silam.
“Saat pasar berdiri sejak tahun 1991, para pedagang ini membeli kios, los sampai ruko dan meja sampai bisa dicicil selama 5 tahun. Setelah lunas, sejak 1996 sampai sekarang, pedagang selalu membayar retribusi,” jelasnya.
Para pedagang juga memiliki kekuatan hukum tetap berupa keputusan hakim dalam sidang PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Yakni hak buku, dimana tidak ada penyebutan istilah sewa di dalam pasar daerah atau desa.
“Kalaupun ada perubahan harus sesuai Peraturan Perundangan. Dan kalau begini berarti Perdes harus bisa melihat aturan di atasnya, yakni Peraturan Perundang-Undangan,” tegasnya.
Fitroh Muharrom, salah satu pemilik toko emas di wilayah pasar tersebut juga mengatakan, pembelian kios miliknya sudah dicicil selama 5 tahun. Apabila sudah lunas, para pedagang mendapat buku hak untuk menempati stan usaha.
Dalam rinciannya, para pedagang juga telah membayar kios sebesar Rp 3,5 juta, ruko Rp 17 juta dan los dengan ukuran 2X3 sebesar Rp 1,25 juta-Rp 1,5 juta.
“Saya dulu juga nyicil beli, tapi sekarang tiba-tiba ditarik biaya sewa,” kata Fitroh.
Ratusan pedagang meminta agar Pemdes untuk mengevaluasi kebijakan tersebut. Pihaknya siap untuk studi banding guna melihat bagaimana pasar-pasar desa yang ada di Kabupaten Pasuruan ataupun luar daerah.
Sementara itu, Kades Wonosari, Imanuel Herlambang Santoso mengatakan, ada sekitar 600 tempat usaha pasar desa Wonosari, baik berupa ruko, kios, toko, dan bedak.
Pasar tersebut merupakan aset Pemdes Wonosari. Pengelolaannya ditangani BUMDes setempat. Namun, sudah 11 tahun pemdes tidak menerima hak yang seharusnya didapat.
“Sudah 11 tahun para pedagang tersebut sudah tidak membayar sewa. Padahal untuk sewanya juga sudah diatur di perdes dan perkades,” kata Herlambang.
Pihaknya mengatakan, sewa tempat di pasar desa Wonosari tersebut juga tidak mahal. Yakni ruko Rp 19,5 juta dalam tiga tahun, kios Rp 6 juta, bedak Rp 3,750,000, dan meja Rp 2,250,000.
Pemdes berharap para pedagang mengikuti arahan dan kebijakan desa. Termasuk, membayar sewa tempat usaha di Pasar Desa Wonosari yang tertunggak. Selain itu, harus menaati pengelolaan tempat usaha di Pasar Desa Wonosari.
”Jika tidak, akan diganti pedagang lain yang mau bayar sewa,” ucapnya. (don/asd)