Mendak Tirta dan Tradisi Penyucian Diri Warga Tengger Jelang Kasada

812

Ritual Mendak Tirta atau mengambil air suci mengawali perayaan Yadnya Kasada 15-16 Juni bagi masyarakat Hindu Tengger.  Sebuah ritual untuk penyucian jiwa dan raga. Seperti apa? 

Sundari Adi Wardhana, Probolinggo

SUARA klining, klining, mengalun merdu dari Bajra (Genta) yang digerakkan dengan irama tertentu oleh pemangku adat Suku Tengger di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Beriringan dengannya, ada pemangku lain yang membawa tempat air suci.

Di belakangnya ada Plt. Bupati Probolinggo, HA. Timbul Prihanjoko. Diikuti sejumlah warga Suku Tengger dari Desa Ngadisari, Ngadas, Wonoroto, Jetak, Sariwani, Pakel, dan Sapikerep, mereka menuju air terjun Madakaripura di Desa Negororejo Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Senin (13/6/2022). Rupa-rupa hasil bumi turut dibawa serta sebagai sesaji.

Serangkaian ritual itu dilaksanakan dibawah pimpinan Joko Suhanto, Dukun Pandita dari Desa Sariwani. Sebagai pertanda meminta ijin, sang dukun memanjatkan doa-doa kepada Shang Hyang Widiwasa untuk mengambil air suci di lokasi tersebut.

“Petugasnya dari Desa Sariwani yang mendapat giliran, untuk desa lainnya mendukungnya,” Bambang Suprapto selaku Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo.

Di tempat yang diyakini sebagai tempat Patih Gajah Mada moksa itu, Suku Tengger mengggelar Mendak Tirta atau mengambil air suci.

Ritual ini, kata Bambang, bukan hanya sekedar mengambil air suci untuk kelengkapan upacara. “Air suci ini, merupakan sarana untuk pembersihan lahir dan batin. Pembersihan diri dari segala keburukan yang melekat pada jiwa dan raga,” ucap Bambang.

Selain di air terjun Madakaripura, ada 3 sumber mata air yang digunakan oleh Suku Tengger untuk Mendak Tirta. Yakni sumber mata air Watu Klosot di Senduro, Kabupaten Lumajang, sumber mata air Widodaren, Kabupaten Pasuruan, dan mata air Arjuno, Kabupaten Malang.

Empat titik pengambilan mata air itu sekaligua sebagai representasi domisili warga Suku Tengger yang banyak tersebar di 4 kabupaten di sekitar Gunung Bromo.

Air suci yang diambil dari 4 sumber mata air berbeda itu kemudian dikirab menuju ke Pura Luhur Poten di Gunung Bromo. Air itu nantinya akan digunakan sebagai kelengkapan upacara Yadnya Kasada yang bakal dihelat,15 -16 Juni 2022.

“Mendak Tirta ini, tidak hanya digelar untuk kepentingan Yadnya Kasada saja, melainkan juga untuk upacara atau kegiatan keagamaan lainnya. Seperti Nyepi dan lainnya. Ya sebagai sarana penyucian diri sebelum ritual,” tandas pria berkumis lebat itu.

Timbul Prihanjoko menyebut, ritual adat atau keagamaan semacam Mendak Tirta patut dilestarikan. Apalagi Kabupaten Probolinggo merupakan miniatur Bhinneka Tunggal Ika karena dihuni oleh berbagai suku dan agama.

“Masyarakat Kabupaten Probolinggo menganut berbagai macam agama telah menjalin kerjasama dan keharmonisan. Ini terus kita jaga kerjasama ini untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Probolinggo,” sebutnya.

Adat dan budaya Suku Tengger merupakan kekayaan yang harus dirawat dan dijaga. Kearifan lokal masyarakat Tengger adalah penunjang utama wisata Gunung Bromo.

“Pengembangan destinasi wisata penunjang Gunung Bromo, seperti Air Terjun Madakaripura dengan ritual Mendak Tirta ini juga menjadi perhatian kami, agar tercipta keseimbangan pembangunan ekonomi masyarakat. Wisata Gunung Bromo boleh saja semakin maju dengan berbagai inovasinya, akan tetapi budaya Tengger tidak boleh berubah,” tandasnya. (asd)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.