Laporan: Choirul Effendi, Probolinggo
NAMANYA Dusun Sawah Kembang, Desa Duren, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo. Meski begitu, kampung ini lebih banyak dikenal sebagai penghasil tepung ketimbang kembang alias tanaman hias.
Sebabnya, sebagian warga dusun ini beraktivitas sebagai perajin tepung dari pohon Aren atau Sagu Aren.Tercatat, ada sekitar 40 (KK) di dusun ini menjadikan kegiatan itu sebagai sumber penghasilan.
Aktivitas itu sudah berlangsung lama Bahkan, oleh masyarakat sekitar, Desa Duren jamak dikenal sebagai Kampung Sagu. Di pinggir-pinggir jalan pun, banyak berjejer terpal dengan tepung sagu yang sedang dijemur.
Safari (31) salah seorang perajin mengatakan, kerajinan membuat tepung Sagu Aren tersebut sudah digeluti sejak puluhan tahun yang lalu.
“Sejak presidennya Gus Dur, di sini sudah ada. Cuma saat itu proses pengambilan seratnya masih ditumbuk, kalau sekarang kan sudah modern, jadi sudah gunakan mesin giling,” katanya.
Proses pembuatan pun tidak hanya melibatkan kaum laki-laki. Tapi, banyak juga melibatkan kaum perempuan.
Saat laki-laki menebang pohon Aren, sang istri bertugas menggiling guna diambil seratnya. Termasuk juga memerasnya. “Kesehariannya memang sudah sibuk dengan pengolahan sagu ini,” katanya.
Meski demikian, mengolah pohon Aren menjadi tepung tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Itu karena dalam prosesnya memerlukan waktu berhari-hari.
Mulanya, Safari harus mencari pohon Aren yang banyak mengandung serat tepung. Sebab, tidak semua kayu aren berisi serat tepung. Melainkan hanya dipakai untuk memproduksi gula merah.
Untuk mengetahui pohon Aren yang banyak mengandung tepung atau tidak, Safari biasanya melubanginya dengan besi. Setelah itu ditarik.
“Nanti ketika ditarik, kalau besinya berisi tepung, baru bisa digunakan. Tapi kalau yang keluar air, itu untuk pembuatan gula,” terangnya menjelaskan.
Setelah ditebang, pohon Aren harus segera dihancurkan dengan cara digiling untuk menghasilkan kualitas tepung yang bagus. Pasalnya, jika dibiarkan terlalu lama, pohon Aren tersebut akan membusuk.
Nah, batang pohon yang sudah digiling itu akan menjadi serat. Setelah itu, disiram dengan air bersih untuk diambil intisarinya, laiknya memeras kelapa.
Untuk mendapatkan saripati tepungnya, air perasan itu kemudian diendapkan selama dua jam. Sementara ampas serat dibuang.
“Setelah 2 jam itu, intisarinya kan sudah terendap di bawah, dan masih menjadi tepung basah, airnya dibuang, kemudian dijemur tepungnya,” terangnya.
Safari melanjutkan, pada musim hujan seperti saat ini, penjemuran tepung berlangsung lebih lama. Jika pada cuaca normal, hanya diperlukan 2 hari, kini bisa lima hari. Atau bahkan lebih.
“Kalau sudah musim hujan seperti ini bukan hanya sagunya yang terhambat, perekonomiam juga,” ucapnya.
Ahmadi, perajin lainnya mengungkapkan, membuat tepung sudah menjadi sumber penghasilan utama sebagian warga. Bahkan, jika stok pohon aren habis, mereka tak segan untuk membelinya dari tempat lain.
“Dari dulu memang sudah produksi tepung kalau di Sawah Kembang, bahkan perajinnya rela membeli pohon aren dengan harga Rp 250 ribu per pohonnya,” paparnya. (asd)