Kraksaan (WartaBromo) – Kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak dan perempuan cukup tinggi selama pandemi. Rata-rata merupakan kasus persetubuhan dengan pelaku orang terdekat.
Data dari unit PPA Satreskrim Polres Probolinggo, ada 60 kasus yang melibatkan anak pada 2020. Sementara pada tahun ini, turun menjadi 28 kasus.
Data itu disajikan dalam talk show Implementasi UU no 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak di Kabupaten Probolinggo yang diselenggarakan oleh MUI setempat, pada Selasa, 21 Desember 2021.
Rinciannya yakni persetubuhan anak sebanyak 25 kasus, aniaya anak 18 kasus, dan pencabulan anak 4 kasus. Kemudian pencurian, buang bayi, bawa lari anak dan pembunuhan atau mengakibatkan kematian, masing-masing 2 kasus. Juga ada pengeroyokan, pemerkosaan, pencurian dengan kekerasan, pornografi, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), masing-masing 1 kasus.
“Pada masa pandemi ini, banyak laporan ke unit PPA. Terbanyak kasus persetubuhan anak. Rata-rata pelakunya orang dekat dengan korban. Karena interaksi di rumah yang lebih intens selama pembelajaran daring berlangsung,” kata Aipda Agung Dewantara, Kanit PPA Polres Probolinggo.
Tahun ini, laporan ke PPA ada 28 kasus atau menurun sebanyak 32 kasus. Masih didominasi persetubuhan anak dengan jumlah 15 kasus, turun 10 kasus.
Kemudian aniaya anak sebanyak 7 kasus, turun 11 kasus dibanding tahun lalu. Setara pencabulan anak naik 1 kasus dari sebelumnya 4 kasus. Serta pencurian turun 1 kasus. “Dari segi jumlah turun,” ujarnya.
Kasi Intel Kejari Kabupaten Probolinggo, Yuni Priono menegaskan, pihaknya akan tegas terhadap para predator anak. Pada Pasal 81 ayat (1) Undang- Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
“Jika pelakunya orang dekat atau sudah berulang kali melakukan tindakan asusila, maka kami tidak akan segan-segan menerapkan tuntutan maksimal. Mereka seharusnya melindungi dan mengayomi, bukan menghancurkan,” katanya.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kabupaten Probolinggo, Abdul Halim mengatakan, perlu ada satu kesepemahaman antar instansi. Baik pemerintah daerah, penegak hukum, lembaga pendidikannya maupun organisasi kemasyarakatan. Dalam menyikapi maraknya kasus asusila yang melibatkan anak.
“Melalui talk show ini, kami berharap ada kesepahaman bersama. Agar kasus kriminalitas yang melibatkan anak, dapat diminimalisir. Termasuk bagaimana mengedukasi anak-anak agar terhindar,” sebut Abdul Halim. (saw/saw)