Tanjung Tembikar dan Jejak Jalur Rempah Nusantara

3606

Di masa jayanya, sejumlah komoditas ekspor pernah dipertukarkan di Pelabuhan Pasuruan. Catatan Domis menunjukkan, Pasuruan tahun 1829, telah melakukan perdagangan komoditi rempah Lada sebanyak 2211 pikul.

Catatan Domis semasa awal menjabat sebagai Regent Karesidenan Pasuruan sangat penting guna menyingkap Pasuruan di masa lalu pernah menjadi salah satu kota yang termasuk dalam Jalur Rempah Internasional.

Domis merinci, pada tahun 1829, Karesidenan Pasuruan telah mengekspor sejumlah komoditas rempah, meliputi, kayu manis 141 pikul, lada 2,5 pikul. Selain komoditas rempah, yang menjadi penyumbang ekspor terbesar dari Pasuruan adalah kopi dan gula.

Kopi yang sebagian besar berasal dari Malang, dilaporkan mengekspor 80 ribu pikul dan gula 17 ribu pikul yang sebagian besar berasal dari Gempol, Rejoso dan wilayah timur Pasuruan. Itu pun belum termasuk komoditas yang masih tersimpan dalam gudang-gudang, yang mencapai nilai 916.369 gulden (kopi tidak termasuk hitungan).

Semakin kompleksnya peradaban, tentu menuntut kebutuhan akan barang yang lebih kompleks. Domis mencatat, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sejumlah barang impor masuk ke Pasuruan. Di antaranya, pakaian-pakaian Belanda Chitzen ribuan potong, sarung ratusan potong, kain ribuan lusin, dan sejumlah kebutuhan lain. di tahun itu, nilai impor di Pasuruan mencapai 1.986.605 gulden.

Paparan dari Domis menunjukan bahwa Pasuruan telah berkembang menjadi sebuah kota ramai. Baik dalam perdagangan di Nusantara maupun Internasional, maupun dalam hal kebudayaan.

Dalam perkembangannya, Pasuruan semakin ramai, terutama pasca tanam paksa tahun 1830. Tebu menjadi salah satu komoditas utama yang harus ditanam di Hindia Belanda, terutama di Pasuruan. Berkat perkebunan tebu dan industry gula, Pasuruan menjadi semakin ramai.

P3GI di Jalan Pahlawan, Kota Pasuruan. Gedung peninggalan Belanda itu masih berdiri kokoh hingga kini. Foto: Arsip WartaBromo.

Handinoto dalam Pasuruan dan Arsitektur Etnis China Akhir Abad 19 dan Awal Abad ke 20 menyatakan, sejak tahun 1867, sudah dibangun jalan kereta api Surabaya – Pasuruan.

Ditambah dengan pelabuhan lautnya, maka infra struktur yang baik sebagai salah satu syarat bagi sebuah kota sudah bukan masalah bagi Pasuruan. Tidak heran kemudian daerah itu dulunya bernama ‘passer oeang’ yang kemudian berubah menjadi Pasuruan, karena memang menjadi tujuan perdagangan bagi daerah sekitarnya.

Namun demikian, dengan beroperasinya tram dan kereta api di Pasuruan yang menghubungkan Pasuruan dengan Surabaya, kapal-kapal dagang sudah semakin jarang  singgah di Pelabuhan Tanjung Tembikar. Surabaya telah mengambil alih sebagian besar jalur perdagangan di Nusantara bagian timur. Sehingga, Pasuruan semakin terpental dari jalur rempah Nusantara.

Lakukan Revitalisasi

Pelabuhan Tanjung Tembikar yang pernah jaya pada masa lalu, coba dikembalikan oleh pemerintah setempat. Wali Kota Pasuruan Saifullah Yusuf melalui program Pasuruan Kota Madinah memiliki visi untuk merevitalisasi pelabuhan Kota Pasuruan.

Untuk itu, Gus Ipul, sapaannya membahas rencana ini dengan PT Pelindo III. Pertemuannya dengan Pelindo bermaksud untuk menjalin kerjasama penataan Pelabuhan Tanjung Tembikar.

Mantan Wakil Gubernur Jawa Timur tersebut memaparkan, Pelabuhan Tanjung Tembikar akan disulap menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Pasuruan. Dengan memperbaiki dan memperindah trotoar di jalur menuju pelabuhan. Selain itu, di pelabuhan akan dibangun kawasan kuliner, dan kawasan wisata bahari dengan wisata mangrove.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.