“Hati kami tertuju padanya dan lebih dari sebelumnya. Kepada rakyatnya. Sejarah akan menghormati Soejono sebagai salah satu yang terbaik dari rakyatnya di masa sulit. Ratu (Wilhelmina, Red) dan Pemerintah mengalami kehilangan yang tampaknya tidak dapat diperbaiki. Kami tidak akan pernah melupakan Soejono dalam pekerjaan kami selanjutnya,” kata Gerbrandy menutup pidatonya, diiringi tepuk tangan berdiri para menteri.
Raden Adipati Ario Soejono, sang pangeran telah lama tiada. Semangatnya dalam mengabdi, kecerdasannya, dan kemampuannya dalam pekerjaannya terkenang. Lalu, apakah ia layak disebut pahlawan? Sejarah yang bicara. (asd/selesai)