Dr. R. Soedarsono: Dikenang Zaman, Dilupakan Orang

7261

“Agar Pasoeroean segera kaya dengan dua orang dokter Eropa dan dua orang dokter Pribumi!” kata koresponden yang melaporkan berita tersebut.

Sejauh penelusuran arsip surat kabar yang didapat, dr. Soedarsono sangat fokus terhadap dunia kedokteran dan kesehatan. Ia tak seperti lulusan dokter pribumi lain -pada masa penjajahan- yang seringkali menonjol di bidang politik dan organisasi.

Karena semangat zaman pada masa awal pergerakan, terutama sebelum sumpah pemuda tahun 1928, dokter-dokter dan kaum terdidik seperti dr. Sutomo, Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), Ir. Sukarno, adalah kaum terdidik yang terjun ke dalam politik memperjuangkan nasib kaum bumiputera dari penjajahan. ke halaman 2

Dr. Soedarsono fokus menjadi dokter di rumah sakit Pasuruan. Sejumlah surat kabar sempat mewartakan Soedarsono saat menangani pasien. Salah satunya, ketika terjadi kecelakaan yang cukup menjadi perhatian.
Surat kabar De Indische Courant, 10 September 1935, mewartakan sebuah Ford Sedan yang mengarah ke Pasuruan menabrak bus yang datang dari arah berlawanan, dengan alasan yang belum diketahui. Terdapat 4 orang di dalam mobil: Nona Berretty, putri mendiang direktur Aneta, Nona Lebrun, seorang sopir, dan seorang pembantu.

Baca Juga :   Mengintip Perjuangan Hidup Sunaryono, si "Manusia Listrik"

Korban kecelakaan segera dibawa ke RS Kota Pasuruan dan dirawat oleh Dr. De Wolf dan Dr. Soedarsono. Koran ini, menyebut kedua dokter tersebut sibuk merawat korban kecelakaan sepanjang malam.

Pernah juga, dokter Soedarsono mengobati seorang pasien korban kecelakaan di persimpangan jalan di pasar Kraton. Ia jadi korban kecelakaan, di mana pasien tersebut ditabrak sebuah mobil. Dr. Soedarsono memberikan pertolongan pertama pada pria yang mengalami luka cukup parah itu. Pada saat terjadi kecelakaan, Direktur pabrik kulit “Jacatra”, Mr. J. D. Smit, baru saja melewati lokasi kecelakaan dan membawa orang yang terluka ke rumah sakit di Pasoeroean.

Selain mengobati kecelakaan, Dr. Soedarsono juga tercatat pernah terjun dalam aksi kemanusiaan melawan wabah penyakit. Pada tahun 1937, wabah pes melanda daerah Ngadiwono, Tosari, Pasuruan.

Baca Juga :   Ironi Warga Candiwates, Desa Sumber Air yang Justru Terancam Krisis

Surat kabar Soeraiajasch Handelsblad 20 Maret 1937, mewartakan situasi di Tosari saat itu berada di bawah penjagaan petugas. Lantaran, terjadi wabah pes. Dokter Residen Pasuruan dr. Pesik pulang Kamis malam dari kunjungan inspeksi di daerah yang terkena wabah di Ngadiwono dan mengabarkan, bahwa di barak isolasi terdapat 4 pasien yang sakit parah. Dari keempat pasien, 2 pasien ini, seorang pria dewasa dan seorang anak bisa menemui ajalnya kapan saja.

Disebutkan, bahwa para pasien ditangani sementara oleh mantri dari D.V.G. (Dienst der Volksgezonheid/layanan kesehatan publik) dan petugas polisi. Sementara keesokan harinya, pada Jumat pagi, Dr. Soedarsono, Dokter Pemerintah Kolonial di Pasoeroean, segera berangkat ke daerah yang sedang dilanda wabah pes untuk membantu mengobati warga.

Beberapa tahun kemudian, di wilayah yang sama, Tosari dilanda banjir bandang, tepatnya pada tahun 1939. Situasi digambarkan begitu kacau, puluhan rumah hanyut diterjang banjir bandang. Ternak seperti kuda juga tersapu air bah.

Baca Juga :   Indonesia Dijajah 350 Tahun, Hanya Mitos?

Pasca kejadian ini, tentu menyisakan korban jiwa. Warga setempat mengalami luka parah. Di antaranya, 5 warga yang terluka segera mendapatkan perawatan dr. Soedarsono yang datang ke lokasi bencana pada Kamis. Dr. Soedarsono membebat luka-luka yang dialami warga sebagai pertolongan pertama. Kelima warga yang terluka tersebut segera dilarikan ke RS Kota Pasuruan.

Sebagai gambaran, Pasuruan baru memiliki rumah sakit yang layak pada tahun 1923. Dalam sebuah majalah yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Hindia Belanda Tahun 1923, peletakan batu pertama rumah sakit di Kota Pasuruan dilakukan pada tahun 1923. Berbarengan dengan sejumlah rumah sakit di Kota Bandung, Garut, Tasikmalaya dan Sukabumi.

Bekerja Tanpa Pamrih dan Jadi Peneliti

Sejumlah potongan koran Belanda, semakin memperkuat sosok Soedarsono sebagai dokter yang berdedikasi. De Indische Courant bertarikh 14 Februari 1934 mencatat kunjungan di rumah sakit Kota Pasuruan cukup tinggi. Dari laporan dokter pemerintah kolonial, tahun lalu mencatat 554 pasien yang dirawat.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.