Pasuruan (WartaBromo.com) – Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Pasuruan menggelar aksi virtual di 24 titik, Kamis (12/8/2021) pagi.
Dalam aksinya, mereka menuntut kepada Pemerintah Pusat hingga daerah agar lebih memperhatikan nasib buruh di tengah pandemi.
“Kami menggelar aksi virtual di 24 titik di Kabupaten Pasuruan. Ada di JAI, ATI, PIER,” kata Ketua PC/KC FSPMI
Ketua DPC FSPMI Kabupaten Pasuruan Jazuli mengatakan, aksi yang dilakukan FSPMI membawa tiga tuntutan utama. Yakni, mendesak agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan judicial review yang mereka ajukan soal UU Omnibus Law.
“Kedua, selamatkan nyawa buruh dan rakyat, dan turunkan angka penularan Covid-19 dan mencegah ledakan PHK dan ketiga agar pemerintah memberlakukan UMSK Tahun 2021,” kata Jazuli.
Jazuli mengungkapkan, di tengah pandemi Covid-19, buruh menjadi tumbal dari industri. Menurutnya, di saat pandemi, perusahaan tetap mempekerjalam buruh masuk kerja 100 persen, tanpa ada perlindungan dari pemerintah.
“Sudah banyak yang meninggal karena Covid-19, laporan yang kami terima di Kabupaten Pasuruan sudah mencapai 50 orang,” ungkap Jazuli.
Ia juga geram saat pandemi, perlindungan dari Covid-19 juga minim untuk kalangan buruh. Mereka kesulitan mengakses vaksin, namun tetap harus masuk kerja penuh.
“Seharusnya pemerintah daerah menggelar vaksinasi di pabrik-pabrik secara gratis. Tidak dibiarkan mencari sendiri-sendiri,” tambahnya.
Tuntutan yang ketiga adalah mendesak pemerintah agar tidak melakukan PHK massal. Jazuli menguraikan, selama pandemi banyak buruh yang di-PHK, yang jumlahnya tidak sedikit.
“Hampir 500 buruh yang di-PHK dari catatan kami,” katanya.
Oleh sebab itu, kalangan buruh menggelar aksi tersebut. Agar pemerintah setempat, hingga pusat memperhatikan nasib mereka.
“Sebenarnya kami tidak ingin demo. Tapi mau bagaimana lagi, kami menyuarakannya, didemo juga tidak ada pemerintahnya, seperti tidak punya pemerintah,” tegasnya.
Meski menggelar aksi serentak, Jazuli mengatakan, aksi dilakukan secara tertib dan virtual di tiap perusahaan. Massa pekerja juga tidak dikerahkan, hanya perwakilan saja yang menyampaikan tuntutan.
“Tiap pabrik hanya 20-30 buruh, dan tidak boleh keluar pabrik,” imbuhnya. (oel/asd)