Jakarta (WartaBromo.com) – Keputusan Pemerintah yang menerapkan vaksin gotong royong berbayar menuai reaksi berbagai kalangan.
Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan (KWKAK) tegas menolak kebijakan itu. KWKAK mendesak pemerintah membatalkan keputusan yang berlaku mulai hari ini tersebut.
KWKAK menyebut, di tengah krisis pandemi seperti sekarang ini, konstitusi memberi mandat kepada pemerintah untuk memenuhi hak atas kesehatan setiap warga negara. Termasuk di antaranya untuk mendapatkan vaksin Covid-19 secara gratis.
“Kenyataannya, saat kasus melonjak tajam seperti sekarang, pemerintah justru mengeluarkan program vaksin gotong royong berbayar untuk individu/perorangan,” tulis KWKAK dalam siaran persnya.
Pemerintah, melalui Menteri Kesehatan diam-diam justru mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 19 Tahun 20211 sebagai dasar hukum pelaksanaan vaksinasi berbayar untuk individu/perorangan.
KWKAK menilai, kebijakan itu sebagai pelanggaran terhadap hak kesehatan masyarakat yang dilindungi oleh Konstitusi. “Ini sekaligus bentuk inkonsistensi Presiden Joko Widodo yang pada Desember 2020 menyebut bahwa vaksin diberikan gratis untuk seluruh masyarakat,” tegas KWKAK.
KWKAK menilai, ada tiga permasalahan utama dari vaksinasi gotong royong berbayar ini. Pertama, melanggar semangat dan mandat konstitusi, Undang undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan No. 6 Tahun 2018, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya yang menjamin hak atas kesehatan setiap warga negara.
UUD RI 1945 Pasal 28H ayat (1) secara khusus menyebutkan: Setiap orang berhak sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan Pasal 34 ayat (3): Negara bertanggung jawab
atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Permasalahan kedua, memanipulasi terminologi herd immunity guna mengambil keuntungan. Diketahui, alasan pemerintah menggunakan salah satu argumen untuk melakukan program vaksinasi adalah untuk mempercepat tercapainya kekebalan kelompok atau herd immunity. Ini harus diluruskan. Kekebalan kelompok bisa lebih cepat dicapai jika vaksinasi dilakukan sesuai dengan prioritas kerentanan, melalui tata laksana yang mudah, efikasi dan keamanan vaksin yang kuat, serta edukasi vaksinasi yang adekuat guna mengurangi vaccine hesitancy di masyarakat.
Di lapangan, meski upaya percepatan vaksinasi telah dilakukan di sejumlah wilayah, seperti di DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, DI Yogyakarta, dan lainya, namun banyak wilayah di luar itu yang masih rendah cakupannya.
Selain itu, kendala teknis pelaksanaan vaksinasi massal seperti penumpukan/antrean, tidak seharusnya dijadikan alasan untuk menjalankan vaksinasi berbayar. “Pemerintah harus memperbaiki tata laksana ini, bukan menjadikan vaksinasi berbayar sebagai alibi solusi,” kata KWKAK
Sayangnya, alih-alih mengimplementasikan upaya percepatan dan perbaikan tata laksana vaksinasi, pemerintah justru kembali menggunakan alasan mempercepat herd immunity guna menarik keuntungan dari warganya. “Vaksinasi gotong royong berbayar ini melengkapi cerminan bentuk kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi melalui program pandemi.
Permasalahan ketiga, pemerintah kembali melakukan praktik permainan regulasi, sehingga regulasi terus berubah menjadi tidak konsisten. Ini terlihat dari perubahan demi perubahan pada peraturan tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19.
Permenkes No. 84 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 sebelumnya menjamin bahwa penerima vaksin Covid-19 tidak dipungut biaya/gratis.