Laporan: Amal Taufik
DESA Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, ditetapkan menjadi desa wisata oleh bupati. Di desa ini ada sebuah taman eksotis. Namanya Taman Edelweiss. Taman bunga yang dikenal sebagai bunga abadi karena sifatnya yang tak mudah rusak meski telah dipetik puluhan tahun.
Di taman ini, bunga Edelweiss dari beberapa jenis dibudidayakan. Pengunjung bisa menikmati pemandangan bunga-bunga warna putih yang terhampar. Spot-spot foto pun disediakan untuk mengabadikan momen di tempat ini.
Pengelola juga menyediakan kafe yang menjual aneka minuman hangat dan makanan ringan. Tak hanya Edelweiss, pemandangan hijau hutan cemara juga menjadi panorama yang memanjakan mata sambil menyesap secangkir kopi.
Taman Edelweiss ini dikelola oleh Kelompok Tani Hulun Hyang. Ketua Kelompok Tani Hulun Hyang, Teguh Wibowo bercerita, taman ini mulai dibangun pada tahun 2018.
Pada waktu itu, kata Teguh, ada tiga hal yang mendasari yaitu dari segi budaya, konservasi, dan ekonomi. Dari sisi budaya, bagi masyarakat Tengger, bunga edelweiss bukan sekadar bunga.
“Tapi lebih pada kebutuhan yang memang harus ada untuk upacara adat,” kata Teguh.
Dari sisi konservasi, bunga edelweiss merupakan bunga yang dilindungi. Membudidayakan bunga edelweiss, merupakan upaya untuk melestarikan bunga abadi ini.
Kemudian dari sisi ekonomi, menurut Teguh, bunga edelweiss mempunyai nilai ekonomi karena memang banyak yang membutuhkan.
“Kalau dulu kan memang dilarang memetik bunga edelweiss di kawasan konservasi. Dengan budidaya ini diharapkan jadi solusi. Dari sisi budaya terjaga, kawasan konservasi terjaga, ekonomi juga jalan, tanpa merusak habitat di kawasan Taman Nasional,” ujarnya.
Tak hanya menyuguhkan pemandangan, di taman yang dibangun di atas tanah desa seluas 1.192 meter persegi ini, pengunjung juga bisa mendapatkan edukasi bagaimana cara membudidayakan bunga edelweiss.
Teguh menyebut ada tiga jenis bunga edelweiss, yakni, Anaphalis javanica, Anaphalis Longivolia, dan Anaphalis Viscida. Ketiga jenis edelweiss inilah yang dibudidayakan di Wonokitri.
“Di luar sana orang menganggap edelweiss hanya bisa tumbuh liar di atas ketinggian 2000. Di sini kita memperlihatkan ekowisata. Orang tidak hanya nongkrong dan menikmati edelweiss, tapi juga bisa belajar budidayanya,” kata Teguh.
Dikelola oleh kelompok tani lokal dan tanpa bekerja sama dengan pihak lain, wisata ini bisa menyerap tenaga kerja dari penduduk lokal. Bahkan juga dijadikan tempat magang mahasiswa.
Sejak dibuka pada tahun 2018, Taman Edelweiss di Desa Wonokitri ini banyak mendapat perhatian wisatawan. Setiap harinya, Taman Edelweiss dikunjungi ratusan wisatawan.
Namun sejak pandemi Covid-19, sektor pariwisata menjadi salah satu sektor yang terpukul. Begitu juga di Taman Edelweiss ini. Kunjungan wisatawan merosot selama pandemi.
“Sekarang lahan seluas 1.192 meter persegi sudah termanfaatkan semua. Kita rencana pengembangannya ke agrowisata, jadi warga selain bertani, mereka juga akan dapat nilai tambah dari wisata,” pungkas teguh. (asd)