“Masyarakat yang tergolong kelas menengah dan memiliki tabungan yang cukup bisa saja tidak terganggu pengeluarannya akibat Covid-19. Sementara untuk kelompok penduduk yang tergolong rendah, menjadi hal yang luar biasa dalam menghadapi situasi perekonomian daerah yang belum normal.”
PENGEMBANGAN Kota Pasuruan menuju Kota Madinah (mewujudkan ekonomi yang maju, indah kotanya dan harmoni masyarakatnya) hingga tahun 2026, tentunya membutuhkan effort yang tinggi agar tujuan dan sasaran tercapai sesuai target. Salah satu strateginya adalah menjaga ketimpangan pendapatan masyarakat khususnya pada kelompok masyarakat terbawah.
Menurut Sukirno (2006), Ketimpangan pendapatan merupakan suatu konsep yang membahas tentang penyebaran pendapatan setiap orang atau rumah tangga dalam masyarakat. Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan dalam suatu wilayah adalah indeks Gini Rasio.
Selama ini, isu ketimpangan cenderung kalah oleh isu-isu lain yang lebih populer. Sebut saja pertumbuhan ekonomi dan insentif yang dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut.
Masyarakat yang tergolong kelas menengah dan memiliki tabungan yang cukup bisa saja tidak terganggu pengeluarannya akibat Covid-19. Kelompok ini bisa saja tidak terganggu penerimannya karena mayoritas sudah memiliki pekerjaan formal yang bisa dikerjakan dari rumah.
Sementara untuk kelompok penduduk yang tergolong rendah, menjadi hal yang luar biasa dalam menghadapi situasi perekonomian daerah yang belum normal.
Gini rasio merupakan ukuran pemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan dalam 10 kelas pendapatan (decille). Koefisien Gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Perubahan Gini Ratio merupakan indikasi dari adanya perubahan distribusi pengeluaran penduduk. Gini Ratio mengalami penurunan berarti distribusi pengeluaran penduduk mengalami perbaikan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, tingkat ketimpangan pengeluaran atau gini ratio pengeluaran di Kota Pasuruan sebesar 0,301 atau mengalami penurunan 0,005 poin jika dibandingkan dengan gini rasio tahun 2019 yang mencapai 0,306. Angka penurunan ketimpangan pengeluaran 2019 – 2020 jauh lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya 2018 – 2019, yang angka penurunannya mencapai 0,035 poin.
Kondisi ini menunjukkan bahwa selama periode Maret 2018 hingga Maret 2020 terjadi perbaikan pemerataan pengeluaran di Kota Pasuruan.
Selain gini ratio, ukuran ketimpangan lain yang sering digunakan adalah persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah atau yang dikenal dengan ukuran Bank Dunia.
Jika seluruh penduduk Kota Pasuruan di kelompokan dalam 3 kategori pengeluaran yaitu 40 persen terbawah (Kategori I), 40 persen menengah (Kategori II) dan 20 persen teratas (Kategori III), maka sebaran jumlah penduduk pada masing-masing kelompok pengeluaran sebagai berikut:
Ada sebanyak 48,71 persen penduduk termasuk kelompok penduduk yang mempunyai pengeluaran 40 persen terbawah (kategori I), selanjutnya ada sebanyak 38,40 persen penduduk termasuk pada Kategori II dan 12,89 persen penduduk termasuk kategori III atau kelompok pengeluaran 20 persen teratas.
Selanjutnya berdasarkan ukuran tersebut, tingkat ketimpangan dibagi menjadi 3 kategori. Yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah angkanya di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.
Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2020), persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah Kota Pasuruan sebesar 17,73 persen yang berarti berada pada kategori ketimpangan rendah.
Secara teori terdapat korelasi positif antara kesenjangan pendapatan dengan pengangguran, yang artinya, tingkat pengangguran dapat meningkatkan tingkat kesenjangan pendapatan (Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan 2019, Vol.8, No.3, 250-265).