Kedopok (wartabromo.com) – Satu keluarga di Jrebeng Lor, Kedopok, Kota Probolinggo, masih ada yang belum hidup layak. Mereka tinggal di gubuk bambu tak layak huni, selama lima tahun terakhir.
Sejauh ini, keluarga itu hanya mendapatkan bantuan sosial tunai dampak covid19. Mirisnya, Dinsos setempat baru tahun ini melakukan pengajuan sebagai penerima manfaat PKH.
Dari bagian depan, rumah yang ditempati pasutri Sugeng dan Dina Anggraeni, tak nampak seperti rumah. Lebih kepada gubuk tak jelas bentuknya. Karena tidak ada pintu, jendela dan atap selasar yang menandakan itu sebuah rumah.
Bagian depan tempat tinggal keduanya hanya berupa palang-palang bambu. Serta asbes gelombang yang diikat seadanya. Bagian atap rumah hanya berupa genting. Tanpa adanya plafon atau atap kedua. Sebilah anyaman bambu, digunakan sebagai pintu. Untuk menutup jalan masuk ke area kamar.
“Saya biasanya tidur di dalam sini dengan anak-anak. Sedangkan bapaknya tidur di depan sana, di luar,” kata Dina, ditemui di kediamannya, Rabu 9 Juni 2021.
Di bagian dalam gubuk itu, ada dua dipan. Dengan kasur tak berbentuk yang sudah lapuk. Ada bekas kulkas, yang digunakan sebagai lemari pakaian. Karena hanya ada sedikit ruang, pakaian lainnya dibiarkan menumpuk di atas sebuah meja kecil.
Dari bagian dalam gubuk itu, bisa melihat langsung langit biru. Karena memang setelah genting, tidak ada plafon atau langit-langit. Melompong dan bolong begitu saja.
“Kalau malam tetap harus menghidupkan kipas angin. Karena nyamuknya begitu banyak. Itupun sudah kami beri obat nyamuk bakar,” imbuh wanita berusia 28 tahun ini.
Sehari-hari, keluarga ini hidup dari hasil menjual jasa reparasi barang elektronik. Seperti kulkas, kipas angin, televisi tabung, magicom dan lain sebagainya. Namun hasilnya pun tak seberapa.
“Yang terpenting itu ada nasi. Urusan lauk bisa belakangan. Yang terpenting juga anak-anak ini, bagaimana mereka bisa makan setiap harinya. Kalau tidak cukup ya kami terpaksa mengalah,” tutur ibu dua anak ini.
Bahkan tak jarang, Sugeng dan Dina menahan lapar. Karena memang tidak ada sesuatu pun yang bisa dimakan. Sebab penghasilan dari reparasi barang elektronik yang dilakoni Sugeng, bergantung pada masyarakat yang menggunakan jasanya.
Bantuan sosial dari pemerintah, Dina menyebut tidak pernah menerimanya. Kecuali bantuan sosial tunai (BST), dampak covid19. Di tahun 2020 hingga awal 2021. Namun akhirnya bantuan itu juga terhenti.
Kasi Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos), Dinas Sosial Kota Probolinggo, Fitria Septiawati menyebut, jika keluarga ini sudah pernah menerima BST, hingga Maret 2021 lalu. “Penghentian bansos itu, karena keluarga ini sudah kami daftarkan sebagai penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH),” katanya.
Namun hingga saat inipun, PKH masih belum ada kejelasan. Sementara bansos lainnya juga sudah tidak diterima oleh keluarga ini.
Sementara soal bantuan rumah tidak layak huni (RTLH), posnya bukan ada di Dinsos. Melainkan ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR). Tak hanya itu, upaya perbaikan pada tempat tinggal keluarga ini, juga ada masalah lain. Yakni terkait dengan status dan hak kepemilikan tanah.
Tanah yang didiami oleh gubuk tempat tinggal Dina dan Sugeng itu, masih dimiliki keluarga besar. Jika sampai didirikan bangunan semipermanen atau diperbaiki, maka akan mengundang reaksi dari saudara dan kerabat yang bersangkutan. (lai/saw)
Simak videonya: