Melihat Rebana Berusia Ratusan Tahun di Winongan

1217

 

“Terbang (rebana, red) ini sudah jaman nenek moyang, kalau orang nazar mengundang terbang wedar ini dan lupa, pasti di rumahnya akan didatangi ular. Katanya, sebagai pengingatnya.”

Laporan : Akhmad Romadoni

REBANA biasanya hanya berukuran kecil. Berbeda, dengan rebana yang ada di Dusun Wedar, Desa Gading, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan. Alat musik yang seringkali disebut “terbangan” ini berdiameter sekitar 1 meter dan berkategori besar itu mempunyai sejarah panjang.

Terbang yang digadang-gadang berumur ratusan tahun itu disimpan di gudang di rumah salah seorang warga yang bernama Anwar.

Wartabromo.com mencoba menemui si Sihab Alwi (58). Rumahnya tepat berada di depan rumah Anwar. Selain menjadi penabuh rebana, ia dikenal sebagai penjaga sejumlah terbang bersejarah itu.

“Saya juga salah seorang penabuh terbang wedar, meskipun sudah sepuh selalu ikut ngurusi,” katanya kepada wartabromo.com, Sabtu (5/6/2021).

Kekuatan pria ini patut diacungi jempol. Sebab, di usia yang sudah senja itu, Ia masih kuat menabuh rebana. Setelah itu, Sihab kemudian menunjukan lokasi rebana yang dipercaya tiba atau terjatuh dari langit itu.

Rebana tersebut nampak tertata rapi dengan beberapa model menarik. Ada sekitar 7 rebana dan satu untuk suara bas. Peletakannya, hanya dikaitkan dipaku yang ada di dinding gudang rumah Anwar.

Dengan usia terbilang tua, rebana itu tidak rusak atau lapuk dimakan jaman. Namun masih terlihat bagus seperti baru.

“Usianya kurang tahu pasti. Kakek0kakek saya dulu itu tidak ada yang tau. Tetapi ceritanya terbang ini tiban dulunya,” kata Sihab didampingi anaknya.

Singkat cerita, dulu ada seorang sesepuh desa bernama Mbah Kluntung. Ia, menjemur kulit binatang untuk dijadikan rebana. Setelah kering, kemudian Mbah Kluntung itu membuat rebanadengan ukuran yang tak biasa. Entah, apa yang melatar belakangi pembuatan itu, Sihab tidak mengetahui. Yang pasti, cerita dari kakek-kakeknya seperti itu. Ia hanya mencoba menggali sejarah dan melestarikannya.

Setelah jadi, rebana itu diiserahkan kepada warga dusun yang berada di barat dusunnya. Namun, warga menolak. Dengan penolakan itu, Mbah Kluntung kemudian membuang terbangnya tersebut kearah timur yakni dusun wedar. Saat terjatuh, rebana itu terlihat bersinar hingga membuat gempar warga.

Keberadaan rebana itu kemudian diketahui oleh Mbah Soleh Semendi. Karena itu, kemudian Mbah Semendi bertapa di sungai besar di sekitar Winongan. Sekembalinya dari bertapa, Ia membawa rebana yang ukurannya sama.

Menurut warga, rebana yang di buat oleh mbah Klutung dan mbak Sholeh Semendi berbeda.

“Jadi yang di buat mbah Kluntung itu adalah yang laki laki. Sedangkan yang perempuan dibuat oleh mbah Semendi,” jelasnya.

Sejak saat itu, rebana tersebut digunakan untuk acara-acara penting. Sejumlah kepercayaan atau mitos mulai ada di Desa tersebut.

“Kalau orang nazar mengundang terbang wedar ini dan lupa, pasti di rumahnya akan didatangi ular. Ular itu. Katanya sebagai pengingatnya,” terang Sihab.

Sementara itu, dalam penabuhannya sendiri tidak sembarangan. Ada ritual khusus sebelum memainkannya. Mulai dari menyiapkan sandingan yang berisi beras, pisang dan lain sebagainya. Juga, tidak lupa untuk menyalakan kemenyan.

Hal itu menjadi kepercayaan sejumlah warga Desa jika ingin mengadakan acara besar. Jika itu tidak dilakukan, dipercaya akan menyebabkan pemainnya sakit. Bahkan juga akan berdampak pada suara yang dihasilkan saat rebana ditabuh.

Ketua RT di wilayah itu, Riyawan Budi Santoso (29) mangatakan, kepercayaan ini didapat karena peristiwa demikian pernah terjadi. Akibatnya pun cukup fatal.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.