PASURUAN (WartaBromo.com) – Beberapa bocah terlihat berlalu lalang membawa ember berisi air. Beberapa lainnya membawa arit dan sapu. Mereka kemudian sibuk menyiram dan membersihkan kuburan di tempat pemakaman umum (TPU) Purutrejo, Kota Pasuruan.
Tak hanya anak-anak, orang-orang dewasa juga melakukan hal yang sama. Begitulah suasana setiap menjelang lebaran di TPU Purutrejo. Anak-anak dan orang dewasa itu dimintai tolong membersihkan makam oleh keluarga ahli kubur.
Mereka menyebut kegiatan ini ‘mbesik’. Mujiyanto (40), warga sekitar menyebut, mbesik sudah seperti menjadi tradisi warga yang tinggal di sekitar makam.
“Sudah turun temurun sejak kakek-kakek saya dulu,” katanya saat ditemui WartaBromo, Selasa (12/05/2021).
Setiap menjelang lebaran, mereka sering dimintai tolong oleh keluarga ahli kubur untuk membersihkan makam. Ia mengibaratkan, jika lebaran identik dengan baju baru untuk orang yang hidup, maka hal yang sama berlaku bagi yang sudah meninggal dunia.
Keluarga ahli kubur menginginkan makam keluarga yang meninggal diperbarui seperti dicat ulang atau memperbaiki kijing kuburan.
“Dimintai tolong sama yang punya makam. Kalau tidak dimintai tolong, ya, tidak berani,” kata pria yang berprofesi sebagai tukang batu tersebut.
Mujiyanto mengaku sudah sejak kecil mbesik kuburan tiap menjelang lebaran. Semua dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Tak ada yang mengajak, bahkan orang tuanya.
Saat ini anak-anak kecil yang ikut mbesik kuburan pun juga sama. Mereka datang ke TPU atas kehendak sendiri secara bersama-sama.
Mereka mengangsu air lalu menawarkan kepada peziarah untuk membasahi makam ahli kubur. Kadang-kadang peziarah meminta tolong anak-anak ini untuk membersihkan rumput.
Heris (10), salah satu anak yang ditemui WartaBromo mengungkapkan senang ikut mbesik kuburan. Selain bisa bertemu dengan teman-temannya, ia juga mendapatkan ‘honor’ dari keluarga ahli kubur.
Bocah yang masih duduk kelas 4 SD tersebut setiap membersihkan makam biasanya diberi upah Rp10 ribu-Rp50 ribu. Sampai saat ini ia mendapat tugas mengurus delapan makam.
“Ya, seneng aja. Uangnya bisa ditabung buat beli ponsel baru,” akunya.
Anak-anak lainnya, kadang-kadang berkelompok lima orang membersihkan satu makam. Nantinya, ‘honor’ dari ahli kubur, katakanlah Rp25 ribu, dibagi berlima.
Namun begitu, menurut Mujiyanto, sebenarnya ia dan warga sekitar tak pernah mematok tarif atas jasa mbesik kuburan, kecuali jika dimintai tolong melakukan perbaikan seperti kijing kuburan.
Bagi Mujiyanto dan warga lainnya, kegiatan ini telah menjadi seperti tradisi turun temurun dari nenek moyangnya, sehingga berapapun nominal yang diberikan oleh keluarga ahli kubur atas jasanya mbesik kuburan, akan mereka terima dengan senang hati.
“Tidak ada tarif. Dikasih berapapun ya tidak nolak. Seikhlasnya. Kami ibaratkan membantu atau bisa dikatakan ibadah-lah,” pungkas Mujiyanto. (tof/asd)