Probolinggo (WartaBromo.com) – Seorang wali murid di SMKN 3 Kota Probolinggo pertanyakan tak diberikannya kartu ujian siswa gegara belum membayar sumbangan sebesar Rp1 juta. Karuan saja muncul anggapan ada praktik pungutan liar (pungli) di sekolah kejuruan ini.
“Sabtu lalu, anak saya yang duduk di jurusan perhotelan, pulang ke rumah. Dia bilang tak diberi kartu ujian, karena belum lunas sumbangan senilai Rp1 juta. Orangtua murid yang belum lunas diminta ke sekolah,” ungkap Saifuddin AR, salah satu wali murid pada Selasa, 4 Mei 2021.
Penarikan uang itu, kata Saifuddin, dilakukan pihak sekolah kepada wali murid kelas X, ketika permulaan awal tahun pelajaran. Saat itu, wali murid dikelompokkan per kelas dan disodori surat pernyataan bermaterai 3.000.
“Waktu rapat wali murid, kita disodori surat pernyataan bermaterai tentang penarikan uang senilai Rp1 juta. Saya waktu itu menolak menandatangani surat pernyataan itu, karena itu melanggar Permendikbud nomor 76 tahun 2016,” terangnya.
Ia mengatakan tindakan itu, sudah termasuk pungli. Jika berupa sumbangan sukarela, maka tidak ada nominal tertentu yang harus dibayar orang tua siswa. Seharusnya juga tak ada tenggat atau jangka waktu yang harus ditepati wali murid. Termasuk adanya tandatangan di atas kertas bermaterai.
“Waktu itu, saya sudah usul agar kami diberi nomor rekening. Jadi kami bisa langsung transfer uang ke rekening itu, terserah nilainya. Juga tidak ada waktu kapan terakhir menyumbangnya,” kata mantan anggota DPRD Kota Probolinggo itu.
Namun, tudingan tersebut dibantah oleh Siti Rohmah Hadi selaku Kepala SMKN 3 Kota Probolinggo. “Tidak, bukan pungli. Karena memang ketika kita minta sumbangan itu, semua orang tua datang,” bantahnya.
Ia mengatakan sumbangan yang dikenakan bagi 334 siswa kelas X itu, bersifat sukarela. Tidak ada kewajiban besaran nominal hingga Rp1 juta. Nominal yang disumbangkan disesuaikan dengan kemampuan wali murid.
“Di situ (surat pernyataan) memang ada nominal, tapi tidak memaksa. Karena kami tahu kemampuan wali murid. Memang kebutuhan sekolah itu Rp1 juta, tapi ada yang membayar tidak Rp1 juta tidak masalah,” ujarnya.
Uang yang terkumpul kata Siti Rohmah dibuat untuk membangun 2 unit kamar mandi atau toilet. Satu unit di aula sekolah, sedangkan unit lainnya ada di dekat kelas. Pertimbangannya agar ketika ada rapat wali murid, orang tua siswa tidak terlalu jauh jika hendak ke kamar kecil.
Terkait ditahannya kartu ujian siswa, menurutnya tidak benar. Bahkan ketika datang bersama orangtuanya, siswa itu diminta untuk ikut ujian. Tidak menunggu orangtuanya yang tengah berbincang dengan pihak sekolah.
“Malah saat datang bersama orangtuanya, saya minta ia untuk ke ruang kelas untuk ikut ujian. Meski belum bayar, ia tetap boleh ikut, tidak ada larangan,” katanya. (saw/ono)
Simak videonya: