Rekomendasi Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan terkait pipanisasi limbah ke sungai tak bertaji. Kenyataannya, pipanisasi terus berlanjut meski protes warga tak pernah usai.
Laporan : Miftahul Ulum
POLEMIK pembuangan limbah cair oleh 5 perusahaan ke Sungai Selorawan yang berhulu di Sungai Wrati. Pemkab Pasuruan pun seolah bergeming menyikapi situasi ini.
Kelima perusahaan yang dimaksud adalah PT. Mega Marine Pride, PT. Baramuda Bahari, PT. Wonokoyo Jaya Corp., PT. Universal Jasa Kemas, dan PT. Marine Cipta Agung.
Polemik itu sendiri bermula dari protes warga sejumlah desa di Kecamata Beji. Di antaranya warga Desa Wonokoyo, Desa Gununggangsir, Desa Cangkringmalang, Kedungringin dan Kedungboto.
Mereka melakukan protes lantaran sungai yang melewati perkampungan warga, menimbulkan bau tak sedap.
Warga sekitar sudah seringkali melayangkan protes kepada perusahaan tersebut. Namun hampir tidak pernah digubris.
Lantaran sudah gerah disuguhi bau tak sedap, pada Minggu (11/10/2020), sejumlah warga Desa Gununggangsir menutup saluran pembuangan limbah 5 perusahaan.
Menyelesaikan Masalah dengan Masalah
Setelah aksi penutupan saluran limbah oleh warga Desa Gununggangsir, Pemkab Pasuruan mengumpulkan kepala desa masing-masing, pihak perusahaan untuk mencari solusi atas persoalan limbah ini, pada Selasa (13/10/2020).
Dari pertemuan tersebut, menelurkan kesepakatan yang tertuang dalam berita acara yang diterima WartaBromo, di antaranya ;
1. Tidak mengeluarkan air limbah yang berbau.
2. Air limbah harus memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
3. Melakukan pipanisasi saluran limbah hingga batas waktu 31 Oktober 2020, mendatang.
Kepala DLH Kabupaten Pasuruan, Heru Farianto menyatakan, perusahaan akan melakukan pipanisasi melalui Sungai Selorawan (sepanjang +- 4 km) dengan batas waktu sampai dengan tanggal 31 Oktober 2020.
“Perusahaan (5 perusahaan) masih diperkenankan membuang limbah melalui Sungai Selorawan sampai dengan tanggal 31 Oktober 2020, dengan syarat limbah tidak berbau,” kata Heru saat dihubungi WartaBromo, Selasa (13/10/2020) silam.
Singkat cerita, disepakati bahwa untuk mengatasi persoalan limbah yang diprotes oleh warga desa Gununggangsir tersebut dilakukan pipanisasi pembuangan limbah dari belakang perusahaan melewati Dusun Selorawan dan berakhir di Sungai Selorawan.
Warga Desa Gununggangsir menerima kesepakatan ini, dan perusahaan telah menjalankan keputusan ini dengan membangun jaringan pipa pembuangan limbah cair dengan dana lebih dari Rp 2 miliar lebih.
Langkah DLH yang merestui pipanisasi limbah ke Kali Selorawan sejatinya bukanlah solusi. Tapi, lebih sebagai upaya menyelesaikan masalah dengan masalah yang baru,.
Betapa tidak, limbah yang tadinya diprotes warga Gununggangsir, kini dibuang ke KaliKali Selorawan melalui saluran pipa. Tak pelak, sejak awal pembangunannya, proyek pipanisasi itu upbsebagai menuai protes dari warga yang ada di sekitar hilir Kali Selorawan.
“Ini sama saja dengan memindahkan masalah dari yang sebelumnya di Gununggangsir, setelah dipasang pipa, jadi pindah ke desa di bawahnya,” kata Henry Sulfianto, salah satu warga Desa Kedungringin.
Selain Kedungringin, protes yang sama juga datang dari warga Desa Cangkringmalang dan Kedungboto. Kebetulan, kedua desa tersebut dilalui Kali Selorawan yang terhubung di Kali Wrati.
Mereka menyebut, perusahaan seharusnya cukup membenahi IPAL memperbaiki baku mutu limbah sesuai ketentuan, sebelum dibuang. Terlebih, secara kasat mata, air yang keluar dari pipa terlihat keruh dan berbau. .
Hingga pada akhirnya, polemik ini sampai ke Komisi III DPRD Kabupaten Pasuruan. Komisi yang membidangi masalah lingkungan menggelar hearing dengan dihadiri perwakilan perusahaan, Dinas Lingkungan Hidup, dan warga.