Rejoso (WartaBromo.com) – Jutaan liter air sumur bor di kawasan Daerah Aliran Sungai Rejoso, Kabupaten Pasuruan terbuang percuma tiap tahun. Sebab, tidak adanya aturan terkait jumlah dan jarak sumur bor yang boleh dibangun oleh masyarakat di kawasan DAS Rejoso, sehingga pemanfaatan air menjadi tidak tepat.
Country Coordinator World Agroforestry (ICRAF) Indonesia Dr. Sonya Dewi menjelaskan, petani di hilir DAS Rejoso dikaruniai sumber air yang melimpah. Para petani dengan mudah membuat sumur bor (artesis) untuk irigasi pertanian. Hanya dengan kedalaman berkisar antara 60-90 meter, air sudah keluar tanpa perlu dipompa.
“Dengan mengebor antara 60 sampai 90 meter, air keluar sendiri tanpa perlu pompa karena adanya tekanan positif dari akuifer bawah tanah. Sudah sepatutnya sumur bor ini dikelola dengan benar,” kata Sonya.
Masalah yang sering ditemui adalah posisi pipa yang digunakan menggantung tidak sampai pada dasar sumber air. Ditambah, tidak adanya pelindung dari dinding sumur, sehingga kerap menyebabkan dinding sumur rentan runtuh dan menyumbat aliran air.
“Makanya sumur tidak berumur panjang. Biasanya cuma dua sampai tiga tahun saja, karena debit sumur artesis mengecil atau bahkan berhenti mengeluarkan air, masyarakat kemudian membangun sumur baru untuk memenuhi air,” kata Lisa Tanika, Program Officer Kegiatan Percontohan Sumur Bor World Agroforestry (ICRAF) Indonesia, dalam diskusi Bijak Memakai Air Tanah Melalui Konstruksi dan Pengelolaan Sumur Bor yang Tepat, Jumat (19/3/2021).
Lisa menambahkan, dengan perumpamaan 1 sumur bor bisa mengeluarkan air sebanyak 5 liter per detik. Jika selama 3 bulan musim hujan, airnya dibiarkan mengalir, maka dalam setahun sekitar 39,7 juta liter air berpotensi terbuang sia-sia.
“Ini sama artinya ada 2 juta galon air kapasitas 19 liter yang setiap tahun bakal terbuang dan tak bisa dimanfaatkan, itu dari 1 sumur bor saja. Padahal, dari data yang berhasil kami himpun, sampai akhir tahun 2019 saja terdapat setidaknya lebih dari enam ratus sumur bor yang sudah dibangun oleh masyarakat. Bisa dihitung sendiri berapa air tanah yang terbuang sia-sia,” jelas Lisa, dalam keterangan yang diterima WartaBromo.
Koordinator Gerakan Rejoso Kita, Dr. Ni’matul Khasanah mengatakan, dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Unversitas Montpellier Alex Toulier antara 2015-2019, menunjukkan bahwa terdapat 600 sumur bor yang tersebar di 6 kecamatan di hilir DAS Rejoso. Dengan jumlah terbanyak di Kecamatan Gondang Wetan dan Winongan.
Diskusi bersama masyarakat yang digelar ICRAF tahun 2019, telah memastikan bahwa jumlah sumur bor saat ini telah bertambah. Yang diketahui, kondisi DAS Rejoso didominasi oleh hortikultura dan hutan di bagian hulu, agroforestri di bagian tengah, dan persawahan di bagian hilir DAS.
Kondisi demikian, terus mendapatkan tekanan dari kegiatan antropogenik (bersifat buatan manusia) sebagai akibat dari meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan desakan kebutuhan ekonomi serta rendahnya kesadaran lingkungan.
“DAS Rejoso dengan mata air Umbulan, memainkan peran dan fungsi strategis sebagai penyedia air bersih, tidak hanya bagi Kabupaten Pasuruan, namun juga bagi wilayah sekitarnya, seperti Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, dan Kabupaten Gresik,” jelasnya.
Namun, ternyata debit mata air Umbulan mengalami penuruan sejak tahun 1980-2020. Pada tahun 1980, debit air kurang lebih 5000 liter per detik, sedangkan di tahun 2020 menjadi 3500 liter/detik.
Solusi atas masalah ini, menurut Ni’ma, dengan mengupayakan untuk menutup sumur bor lama milik masyarakat. Lalu, sumur tersebut diganti sumur bor baru dengan konstruksi yang tepat.