Pasuruan (WartaBromo.com) – Laporan hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) membawa suasana debat terakhir calon wali kota dan wakil wali kota Pasuruan, Sabtu (5/12/2020) menghangat.
Itu terjadi pada segmen terakhir ketika paslon urut 1 Gus Ipul dan Adi bermesempatan mengajukan pertanyaan kepada paslon 2, Raharto Teno Prasetyo dan Hasyim Asy’ari.
Gus Ipul meminta paslon nomor 2 atas diraihnya opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) selama dua tahun berturut-turut dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Baca: Gara-gara Dapat WDP dari BPK, Pemkot Kembali Tak Dapat Insentif Miliaran
Pasalnya gara-gara status WDP itu pula, Pemkot Pasuruan terpaksa kehilangan pendapatan miliaran rupiah karena tidak mendapat insentif dari pusat. Kalau sudah begitu, lanjut Gus Ipul, masyarakat yang akhirnya dirugikan.
“Bagaimana paslon 2 menanggapi ini, karena ini uang yang besar. Dua tahun kita tidak mendapat dana insentif, yang rugi rakyat, masyarakat harus tahu ini,” kata Gus Ipul.
Paslon nomor 2 yang mendapat kesempatan menanggapi tak mengelak pernyataan Gus Ipul. Cawali nomor 2, Raharto Teno Prasetyo mengatakan, dua opini WDP didapat Pemkot atas hasil audit 2018 dan 2019.
Pada hasil audit 2018, kata Teno, opini WDP didapat menyusul peristiwa yang terjadi saat itu. Yang dimaksudkan Teno tak lain terungkapnya skandal pengaturan proyek kala itu.
“Kita sama-sama tahu kejadian di Kota Pasuruan (tahun 2018). Di tahun 2019, saat kita mulai melakukan pembenahan, beberapa pencatatan aset belum terselesaikkan dengan baik,” kata Teno.
Hal itulah yang pada akhirnya membuat BPK kembali memberikan opini WDP kepada Pemkot.
Sebagai catatan, setiap tahun, BPK melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah. Termasuk, pemerintah daerah.
Hasil pemeriksaan itu kemudian diformulasikan dalam bentuk pemberian opini. Grade paling atas adalah WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Disusul WDP (Wajar dengan Pengecualian), dan paling bawah, disclaimer.
Teno mengungkapkan, Pemkot Pasuruan memang gagal mengejar predikat WTP dan hanya mendapat WDP dalam dua tahun terakhir. Meski begitu, ia menyebur bila daerah yang meraih WTP bukan berarti bebas dari praktik korupsi.
Gus Ipul kurang sependapat dengan pendapat tersebut. Menurutnya, WTP dan korupsi merupakan dua hal berbeda. Dikatakannya, WTP merupakan salah satu instrumen yang dibuat dalam rangka terwujudnya tata kelola keuangan yang baik.
“Korupsi, itu karena ada niat dan kesempatan. Kesempatan inilah yang coba ditutup dengan instrumen ini,” ungkap Gus Ipul.
Terkait hal itu, Cawali Nomor Urut 2, Hasjim menyampaikan bila apa yang disampaikannya bukan dalam konteks meremehkan atau bahkan menganggap enteng opini BPK itu.
Tetapi, untuk menegaskan bahwa pemberian opini WDP lebih disebabkan karena pengelolaan aset-aset milik Pemkot dinilai belum maksimal. (oel/asd)