Dikatakan Ndaru, penelitian dilakukan dengan mengambil sampel air tanah dan air permukaan di dalam area pabrik dan juga lahan masyarakat. Total ada 12 sampel yang diambil kala itu. Rinciannya, 7 dari area PT PRIA dan 5 dari lahan masyarakat. Seluruh sampel dibawa ke Laboratorium Jasa Tirta I, Malang, guna diuji.
Hasil analisa laboratorium Jasa Tirta terhadap air sumur dan air permukaan di area PT PRIA menunjukkan 6 parameter kualitas air melebihi baku mutu. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Minum.
Merujuk ketentuan tersebut, baku mutu Total Dissolved Solids (TDS) adalah 500 mg/l. kemudian, sulfat (400); mangan (0,1); seng (0,05); besi (0,3); boron (1); fecal coliform (100); COD (10); serta H2S (0,002). Sementara hasil pengujian terhadap sumur pantau perusahaan, diketahui: TDS (2.480); sulfat (858); mangan (0,4); besi (0,905); baron (1,290) COD (22,81); serta fecal coliform (230).
Beberapa parameter itu mengalami peningkatan dibanding pengujian rona awal analisis mengenai dampak lingkungan PT. PRIA pada 2011 lalu. Ketika itu, hasil uji parameter dimaksud mendapati: TDS (688); sulfat (154); mangan (< 0,02); seng (< 0,03); besi (< 0,01); boron (-); COD (-).
Bukan hanya di sumur pantau perusahaan. Kondisi serupa juga terjadi pada dua titik sumur pantau milik Nanang Sanjaya, 45, dan Rumiyati, 40, dua warga setempat yang memang berdekatan dengan area pabrik. Menurut Ndaru, beberapa parameter yang melebihi baku mutu itu diantaranya TDS (42,8 persen), Sulfat (42,8 persen), Mangan (57,1 persen) dan Seng (100 persen).
Posisi PT PRIA yang elevasinya lebih tinggi, yakni 63 meter di atas permukaan laut (Mdpl) dibanding daerah sekitar dengan 41-52 Mdpl memungkinkan air di area pabrik mengalir ke sumur warga. “Pencemaran itu bisa saja terjadi dari lindi limbah abu batubara dan juga limbah B3 lainnya,” terang Ndaru.
Beberapa temuan itu menurut Ndaru mengindikasikan bahwa timbunan limbah B3 di area PT PRIA meresapkan lindi beracun ke aliran akuefer dangkal. Selain itu, kualitas air sumur pantau di area perusahaan juga lebih buruk dibanding dengan air sumur penduduk. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber pencemar ada di dalam pabrik.
Untuk menguji temuan itu, WartaBromo-Mongabay melakukan pengambilan sampel di sejumlah titik pada 19 Juni 2020 guna diuji di Balai Teknis Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya. Dua titik merupakan sumur gali di area persawahan (titik 1 dan 4). Dua titik lainnya; bak penampungan di antara saluran pembuangan perusahaan yang terhubung ke area persawahan serta sumur warga. Selanjutnya disebut titik 2 dan 3.
Dari keempat sampel itu, titik pertama diketahui kandungan TDS mencapai 952,9 mg/l. Sedangkan kandungan sulfat, mencapai 244,2. Atau kurang 6 mg dari ambang batas baku mutu yang diatur. Meski begitu, hasil pengujian kualitas air masih dinilai layak.
Pada titik kedua, hasil pengujian dinyatakan tidak layak karena kandungan kimiawinya cukup tinggi. Misalnya, kandungan TDS yang mencapai 1950 mg/l, rasa, mangan yang mancapai 0, 73. Padahal, baku mutu yang ditentukan hanya 0, 5 ppm/l. Selain itu, tingkat kesadahannya juga melebihi baku mutu. Dari 500, hasil pengujian mencapai 1.730 ppm/ml.
Temuan yang sama juga didapati pada sumur bor milik Suparno (titik tiga). Hasil pengujian mendapati kandungan TDS mencapai 3200 mg/l, jauh melebihi baku mutu. Sementara di titik 4, yang ada di area persawahan, dinyatakan layak pakai.