Laku gegabah dilakukan manajemen Akper Kota Pasuruan (kini DIII Fakultas Keperawatan Universitas Jember). Larangan menerima mahasiswa jelang proses merger diabaikan hingga menyisakan masalah.
Laporan: Asad Asnawi
SUEB (nama samaran) tak dapat menutupi kegelisahannya. Mahasiswa semester 5 ini merasa dipermainkan setelah mendaftar dan diterima kuliah di Akademi Keperawatan (Akper) Kota Pasuruan tahun 2018 silam.
Bukan tanpa sebab bila Sueb gelisah. Pasalnya, kendati diterima, pada akhirnya ia tak pernah tercatat sebagai mahasiswa kampus yang kini bernama Program Diploma III Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember (Unej) ini. Melainkan, sebagai mahasiswa Akademi Kerta Cendekia (AKC), Sidoarjo.
Tak hanya Sueb seorang. Kenyataan yang sama juga dialami mahasiswa lain angkatan 2018 yang jumlahnya mencapai sekitar 88 orang. Mereka mendaftar, diterima, tapi tercatat sebagai mahasiswa AKC, bukan Akper Kota Pasuruan.
“Semua Mas. Jadi semua angkatan 2018 itu tidak ikut Akper Kota yang sekarang jadi milik Unej. Mereka tercatat sebagai mahasiswa AKC,” terang Sueb, Jumat (2/10/2020).
Pengakuan yang sama datang dari Putri (juga nama samaran). Pada Juli 2018, ia mendaftar sebagai mahasiswi program D3 di Akper yang kala itu milik Pemkot Pasuruan ini.
Untuk membuktikannya, ia juga sempat menunjukkan salinan bukti pembayaran yang seluruhnya berkop Akper Pemkot Pasuruan. Mulai dari SPP, uang seragam, hingga uang bangunan (DPP) yang totalnya mencapai Rp 15 juta lebih.
Karena itu, semula, ia dan mahasiswa yang lain pun merasa menjadi bagian dari Akper Kota Pasuruan. Terlebih lagi, jas almamater yang diterimanya juga bertuliskan lembaga tersebut.
Namun, ia mulai merasa ada yang janggal. Sebabnya, setelah perkuliahan semester I dan II lewat, tak ada KHS (Kartu Hasil Studi) yang diterima. Begitu juga dengan KRS (Kartu Rencana Studi).
Dua kegiatan yang lazim dalam dunia perkampusan itu baru mereka dapat setelah semester tiga. Tepat setelah mereka menerima KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). Itu pun, KTM yang mereka terima bukan dari Akper Kota Pasuruan. Melainkan dari AKC di Sidoarjo.
“Lha ini bagaimana wong kami daftar di Akper sini, kuliah disini, kok kami jadi mahasiswa Sidoarjo,” terang Putri yang diiyakan mahasiswa yang lain.
Putri tak pernah menyangka bila kegiatan perkuliahan di Akper selama ini hanya metamorfosa. Ia baru benar-benar menyadari bukan dari bagian Akper setelah menerima KTM tersebut. “Harusnya kan dari semester I dan I kami juga menerima KRS dan KHS. Ternyata itu juga tidak ada,” jelas Putri.
Padahal, pengurusan KRS lazimnya dilakukan setelah registrasi, sebelum kegiatan perkuliahan semester berikutnya berlangsung. Kenyataannya, proses itu tak pernah terjadi di awal perkuliahan.
Para mahasiswa ini pun semakin merasa nelangsa setelah Akper Kota Pasuruan diputuskan untuk digabung dengan Fakultas Keperawatan Universitas Jember pada Mei 2019 lalu.
Pasalnya, saat rekan-rekan mahasiswa angkatan sebelumnya beralih status menjadi bagian dari Unej, mereka tetap berstatus mahasiswa AKC. “Kami seperti dipermainkan. Kayak main-main gitu,” imbuh Putri.
Abaikan Larangan
Silang sengkarut kasus ini bermula dari rencana Akper untuk menindaklanjuti UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Dalam UU itu, penyelenggaraan perguruan tinggi menjadi urusan pemerintah pusat.