Morat-Marit Data Bantuan Covid-19

4418

Rawan Tumpang Tindih

Kadinsos, Suwito mengakui, akurasi data menjadi persoalan serius terkait bantuan Covid-19. Bahkan, energi lebih banyak terkuras untuk menangani itu ketimbang pelaksanaan pemberian bantuan itu sendiri. Terkait kasus di Kelurahan Gempeng, pihahknya tidak bisa berbuat banyak karena jumlah tersebut sesuai dengan yang diusulkan pihak kelurahan.

Ia mengatakan, pemerintah sebenarnya memiliki acuan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Data ini rutin dipakai tiap tahun. Hanya saja, karena keterbatasan perangkat, update datanya terlambat. Suwito menjelaskan, seyogyanya, pembaruan data itu dilaksanakan tiap triwulan. Atau, empat kali dalam setahun. Namun, karena kendala teknis, acapkali tidak berjalan maksimal.

“Setiap kali waktunya update, kami selalu minta. Tapi, kedang dari desa yang tidak jalan dengan berbagai alasan, karena tidak ada honor dan sebagianya,” jelas mantan camat Pandaan ini. Karena itu, ke depan, pihaknya akan mendorong kepada pihak desa untuk secara khusus mengalokasikan pagu guna proses pendataan dimaksud melalui dana desa (DD).

Dinas Sosial (Dinsos) sendiri bukanlah satu-satunya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ditunjuk sebagai leading sector pendataan bantuan Covid-19. Di luar Dinsos, ada juga Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinskertrans), Dinas Pariwisata (Dispar) serta beberapa dinas teknis lainnya.

Ibarat dua mata pisau, banyaknya OPD yang terlibat seharusnya bisa menjadikan data penerima bantuan lebih maksimal dan akurat. Akan tetapi, pada sisi yang lain, hal itu justru memunculkan kesimpangsiuran dan rentan tumpang tindih, atau bahkan tak merata.

Kadinsos Suwito Adi mengatakan, banyaknya OPD yang terlibat semata dimaksudkan agar penanganan dampak Covid-19 bisa dilakukan dengan cepat. Itu karena pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya memberi dampak di berbagai sektor. “Makanya, kalau kemudian pendataan itu diserahkan sepenuhnya ke Dinsos, berat di kami,” jelasnya.

BERTAHAP: Warga menerima pencairan bantuan Covid-19 di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jumat (11/09/2020). Foto: Asad Asnawi.

Karena itu, OPD-OPD terkait juga dilibatkan. Misalnya, Disnaker, kebagian mendata para pekerja yang dirumahkan atau bahkan di-PHK. Begitu juga dengan Disparbud, bertugas mendata karyawan yang sektor restoran dan pekerja seni dan hiburan atau pendukung pariwisata yang terdampak.

Akan tetapi, jumlahnya belum cukup meng-cover keseluruhan mereka yang terdampak. Mereka yang namanya tidak masuk dalam DTKS, pada akhirnya diajukan menyusul kemudian. “Dan itu sampai sekarang terus berubah. Karena ada yang meninggal dan sebagainya. Ini terus kami update,” jelas Suwito.

Di sisi lain, Lujeng Sudarto, diretkru Pusat Studi Kebijakan (Pus@ka) mengatakan, banyaknya pos bantuan menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menyajikan data terpadu. Selain itu, hal itu juga membuka peluang terjadinya tumpang tindih dari sisi penerima. Apalagi, masing-masing OPD juga dinilainya kurang koordinasi.

Sebagai contoh, Dinsos tidak memiliki data penerima versi Dinas Pariwisata. Begitu juga dengan penerima bantuan dari dana desa (DD). Kedua data tersebut, di-collect oleh masing-masing dinas. “Sementara Dinsos tidak dapat tembusan. Ini yang kemudian memungkinkan munculnya dobel bantuan,” katanya.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pasuruan, Deny Martono tidak bisa memberikan banyak komentar terkait sebagian data penerima bantuan Covid-19 yang terkesan morat-marit itu. Itu karena pihaknya tidak terlibat dalam penyusunan data dimaksud.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.