Berbagai bantuan dikucurkan pemerintah kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Sayangnya, sumber data penerima bantuan memunculkan sejumlah catatan.
Oleh: Asad Asnawi
WAJAH Antiyah terlihat semringah. Berbekal surat undangan yang dibawanya, perempuan 60 tahun itu bergegas menuju kantor pendopo Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Kamis, 14 Mei 2020 lalu. Kebetulan, pagi itu, bantuan sembako dari Kemensos didistribusikan. Begitu sampai di lokasi, ia pun duduk mengantre.
Tapi, namanya tak kunjung dipanggil. Padahal, waktu sudah lewat tengah hari. Antiyah yang harap-harap cemas masih sabar menunggu. Hingga setelah warga yang antre benar-benar habis, Antiyah pun memberanikan diri untuk bertanya perihal dirinya yang mendapat bantuan itu.
Antiyah langsung lunglai mendengar jawaban petugas. Ia tak berhak mendapat bantuan karena nama di undangan yang ia bawa berbeda dengan namanya. “Namanya tidak sama karena undangannya kan atas nama suami saya. Sedangkan suami saya sudah meninggal,” ujarnya ketika ditemui WartaBromo.com di rumahnya, Dusun Juri, Desa Tejowangi.
Perempuan ini mengaku kesal. Bukan karena bantuan gagal ia dapat, tapi lebih merasa seperti dipermainkan. “Kan sudah tahu kalau suami saya sudah meninggal. Kenapa tetap dikasih undangan kalau memang tidak bisa dapat,” ujar buruh tani ini.
Kepala Desa Tejowangi, M. Yasin menuturkan, sebelum bantuan turun, pihaknya sebenarnya telah menyampaikan perubahan data penerima terbaru. Namun, sebelum dilakukan perubahan, ternyata pihak BNI sudah jalan duluan mendistribusikan bantuan.
Hari itu, wilayah Kecamatan Purwosari memang mendapat giliran pencairan Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) terkait dampak pandemik Covid-19. Bantuan dalam bentuk kartu deposit senilai Rp 200 ribu itu didistribusikan melalui BNI. Sayangnya, ketidakakuratan data menimbulkan persoalan di lapangan.
Sama halnya di Kecamatan Purwosari, kasus serupa juga sempat terjadi di Kecamatan Pandaan. Di wilayah ini, petugas setempat sempat kesulitan karena rumah penerima tak ditemukan. “Ada sekitar 7 penerima yang tidak diketahui keberadaannya. Ada juga yang sudah meninggal, tapi tetap dapat bantuan,” ujar seorang petugas kelurahan yang enggan disebutkan namanya.
Di Desa Banjarkejen, sebanyak 15 penerima terpaksa harus diganti dengan KPM baru dengan berbagai alasan. Mulai dari sudah meninggal hingga dinilai tak lagi layak. Atau juga di Desa Nogosari, kecamatan yang sama. Sebanyak 5 KPM baru diusulkan untuk menggeser lima KK yang sebelumnya masuk dalam daftar KPM.
Di Kecamatan Pasrepan, sekelompok warga juga sempat berunjuk rasa ke balai desa setempat untuk memprotes data penerima bantuan yang dinilai tak akurat. Dalam aksinya, warga mendesak pihak desa kembali melakukan pendataan ulang agar bantuan yang diberikan lebih merata.
Di sisi lain, munculnya berbagai persoalan terkait data penerima bantuan itu pun sampai ke meja Panitia Khusus (Pansus) Covid-19 DPRD setempat. Dalam rapat yang juga dihadiri tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan dan Penanggulangan Covid-19, Pansus banyak mencecar Pemkab perihal akurasi data penerima bantuan tersebut.
Ketua Pansus M. Zaini bahkan meminta pemkab mempublikasikan data penerima berdasar wilayah desa masing-masing. “Dengan begitu, masyarakat bisa ikut ngecek, sekaligus mengontrol jika terjadi kesalahan,” terang Zaini dalam sebuah rapat bersama tim Gugus Tugas, pertengahan puasa lalu.
Pemkab Pasuruan sendiri menyiapkan empat skema bantuan sebagai antisipasi dampak pandemi. Keempat skema itu bersumber dari anggaran berbeda. Yakni, Kementerian Sosial (Kemensos), Pemprov Jatim, Pemkab Pasuruan dan Pemerintah Desa (Pemdes) melalui dana desa (DD).
Masing-masing bantuan diberikan dalam bentuk dan jumlah berbeda.