Dua tahun silam Shohib pernah jatuh cinta pada Juana, pemilik toko pakan hewan di Kebayoran Baru. Mereka terpaut selisih umur 18 tahun. Si perempuan lebih tua dari Shohib dan punya 3 anak dan tidak bisa hamil lagi. Jika jalan bersama, alih-alih sebagai berondong, Shohib justru terlihat seperti keponakan si perempuan.
Mulanya Shohib percaya saja pada pengakuan Juana, jika dirinya seorang janda. Tapi ternyata perempuan itu mengkadalinya. Ketika hubungan mereka telah berjalan selama 2 bulan, suami Juana bersama Pak RT dan beberapa tetangga menggerebek mereka di halaman belakang rumah Juana.
Posisinya tidak mengenakkan. Pertama, Juana hanya mengenakan daster, duduk di bangku dekat kandang ayam. Kedua, Shohib hanya mengenakan sarung tanpa atasan. Pada momen penggerebekan: pihak kedua berjoget India di depan pihak pertama.
Lebih sial lagi, suami Juana ternyata seorang Marinir. Waktu itu, jika Pak RT tak meletakkan tubuhnya di depan Shohib, jidat Shohib mungkin sudah pesok digetok gagang pistol Pak Marinir. Akhirnya malam itu juga, Shohib digelandang ke markas Marinir dan direndam di kolam ikan lele sampai pagi tanpa selembar pakaian. Tombaknya, tepat di bagian ujungnya, dipatil ikan lele dan masih meninggalkan bekas sampai sekarang.
Tahun berikutnya Shohib jatuh cinta pada perempuan yang dikenalnya melalui grup jual beli Facebook. Namanya Yuli. Dari membaca profil, rangkaian status Facebook-nya, dan sejumlah foto yang diunggahnya, Shohib meyakini ia perempuan baik-baik.
Sepintas, wajahnya mirip Eva Arnaz pada waktu membintangi film Perempuan Bergairah.
Mereka kemudian bertukar nomor Ponsel. Setiap hari mereka selalu berkirim pesan. Pagi hari, Yuli lebih dulu mengirim pesan, “Pagi, Mas. Selamat bekerja. Jangan lupa sarapan, ya. Jaga diri baik-baik. Semoga hari ini segala urusan dilancarkan”. Mereka memang belum pernah bertemu dan baru akan merencanakan pertemuan. Tetapi Shohib sudah terlanjut jatuh hati.
Sehari saja Yuli tak mengiriminya pesan, Shohib bingung minta ampun. Pikirannya gagal fokus. Pekerjaannya terbengkalai. Nafsu makannya menurun. Udara tiba-tiba terasa begitu sesak.
Suatu hari, tengah malam ketika Shohib sudah terlelap, Ponselnya berdering. Yuli meneleponnya. Telepon diangkat, dari jauh terdengar tangisan.
“Ada apa tengah malam menelepon, Yuli?” tanya Shohib.
“Maaf jika aku kurang ajar dan tidak sopan, Mas. Ibuku malam ini harus menjalani operasi. Aku bingung harus cari biaya dari mana,” sahut Yuli dengan suara sesenggukan. Yuli menyatakan butuh uang Rp 10 juta untuk biaya operasi ibunya.
Dengan kesadaran yang masih separuh, Shohib bangun, langsung bergegas ke ATM dan mentransfer uang sebanyak Rp 10 juta ke rekening Yuli. Setelah terjadi pelimpahan dana itu, esok dan seterusnya, nomor Yuli tidak pernah aktif. Akun Facebook-nya pun juga raib. Hati Shohib remuk.
Keapesan-keapesan ketika berurusan dengan perempuan ini sebenarnya masih menyisakan trauma di benaknya. Shohib bukan penganut kredo di mana cinta didapat, di situ air mata ditumpahkan, tetapi bagaimana cinta hinggap di hatinya pada waktu-waktu sebelumnya mirip kredo tersebut.
Karena itu ia terus meyakinkan diri selama melakukan penjajakan dengan Anita. Ia mencatat sejumlah kesamaan yang mereka miliki, antara lain: menyukai puisi, pameran karya seni, sepak bola, dan kelinci; membenci sinetron religi, soto betawi, balapan, dan kecoak.
Shohib tahu, Anita memiliki sifat tomboy (sebenarnya nyaris mirip laki-laki, apalagi setelah memangkas cepak rambutnya) dan buruk dalam mengelola keuangan. Tapi itu bukan masalah besar bagi Shohib, sebab selama ini, Anita selalu berhasil menciptakan obrolan-obrolan yang menyenangkan.