Menikmati tempat nongkrong yang asyik dengan seduhan secangkir kopi, mungkin banyak tersedia. Tapi, tidak banyak yang memiliki konsep yang homey dan travelling. Terasa di rumah sendiri dan bisa duduk santai di atas bus. Dua konsep ini yang coba dipadukan Kafe “Kopi Langit”. Kafe baru yang muncul di Gunung Gangsir Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan.
Muhammad Hidayat, Pasuruan
DI PASURUAN mulai banyak bertebaran, wahana dengan mengusung nama “Langit”. Ada Pintu Langit, Jendela Langit. Dan kini muncul kafe bernama Kopi Langit. Kafe baru yang berani tampil beda di masa pandemi.
Saat memasuki wahana Kafe Kopi Langit, Anda akan disuguhi nuansa yang berbeda. Ada beberapa varian tempat duduk yang Anda suka. Ada yang suka dengan lesehan, disediakan satu potongan karpet merah yang di tengahnya disiapkan meja ukuran medium. Satu lesehan bisa diisi 5-6 orang. Ada puluhan meja lesehan yang bisa dipilih di sana.
Lesehan ini berkonsep outdoor. Hanya cocok untuk malam hari. Dan pengunjung bisa langsung melihat bintang di atas langit. Los. Ndak ada skat apapun.
Bagi yang suka duduk manis dengan meja umbrella (payung), juga tersedia beberapa unit. Biasanya tempat ini dipilih untuk siang dan malam hari. Konsep ala pantai yang banyak disuka jika dalam suasana panas.
Namun, jika yang suka konsep indoor, pengunjung bisa memilih ruangan dengan konsep food court. Kapasitas ruangannya terbatas. Mungkin hanya bisa dipenuhi 25-30 pengunjung. Konsep ini banyak disukai anak muda. Karena desain dibuat instagramable. bisa lihat langsung waiters (pelayan) dan barista saat meracik kopi yang khas.
“Kenapa dikatakan Kafe Kopi Langit, karena pengunjung bisa langsung melihat langit,” ujar Suryono Pane, sang Owner Pintu Langit saat mengajak WartaBromo nongkrong bareng di kafe, Sabtu malam (19/9).
Suryono awalnya hanya bisa memandang ribuan pengunjung dari jarak jauh. Ia sendiri belum mendapat tempat duduk, ketika launching kafe-nya hari itu. Semula ia menduga kalau pengunjungnya hanya ratusan saja. Namun, ternyata di luar dugaan. Pengunjung membeludak.
“Mungkin orang butuh hiburan di saat pandemi ini. Mereka yang hadir tetap kita minta mematuhi protokol kesehatan yang ketat,” tegas pria yang juga praktisi hukum dan manager Persekabpas ini.
Keberanian Suryono dengan membuka kafe di era pandemi ini patut diapresiasi. Apalagi jika lihat lokasi kafe yang bukan di jalan raya tapal kuda. Kafe ini cukup jauh dari jalan provinsi. Jika diukur dari Jl Raya Gondanglegi, Beji, jaraknya masih 2 kilometer lagi ke arah selatan. Pengunjung baru bisa tiba di lokasi, ketika menuju ke barat saat berada di perempatan Gunung Gangsir.. Jarak dari perempatan sekitar sekitar 100 meter ke barat (persis berada di depan SMPN 1 Beji).
Konsep yang terbilang unik dari kafe ini adalah Café on the Bus. Suryono menggandeng kenalan perusahaan otobus asal Sidoarjo bernama Rafi. Konsep kafe di atas bus ini juga semangatnya sama.