Sukapura (wartabromo.com) – Usai petani tembakau meradang, kini giliran petani kubis di Kabupaten Probolinggo menangis. Hasil panen mereka hanya laku Rp200 sekilo.
Seperti yang diungkapkan oleh petani kubis di kawasan Gunung Bromo. “Hanya laku Rp200, kondisi ini sudah dua bulan terjadi. Petani sendiri wis pasrah,” ungkap Sunarip, warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, pada Kamis, 10 September 2020.
Ia mengatakan, biasanya harga kubis antara Rp1.000 hingga Rp2.000. Dengan harga ini, petani kubis dapat tersenyum karena melebihi biaya produksi. Di mana dalam 1 hektare lahan, dibutuhkan ongkos produksi sekitar Rp10 juta. Biaya itu, di antaranya untuk bibit Rp4 juta dan ongkos tanam Rp1 juta.
Kemudian obat-obatan dan biaya pekerja mulai dari masa tanam hingga panen.
Sekali panen, mampu menghasilkan 20 ton kubis. Itu pun dengan catatan tanamannya dan cuaca bagus. Dengan harga Rp1.000 maka petani mendapat uang Rp20 juta. Sedangkan jika laku Rp2.000, maka dapat Rp40 juta.
Namun, jika hanya terjual Rp200, maka petani hanya mendapatkan uang sebesar Rp4 juta.
“Rugi besar. Nggak tau wes, pusing petani. Ya bisa berdoa semoga ada kenaikan,” kata penggiat lingkungan hidup itu.
Suyanto, petani asal Desa Pakel, menduga anjloknya harga kubis itu karena stok di pasaran melimpah di pasaran. Hal itu disebabkan panen bersamaan di berbagai daerah pemasok kubis. Seperti Jember, Blitar dan Malang. “Termasuk di wilayah Bromo sendiri yang sama-sama panen kubis. Makanya anjlok,” duganya. (saw/ono)