Surabaya (wartabromo.com) – Anak-anak rentan alami kekerasan dalam masa pandemi corona. Utamanya ketika berinteraksi dengan orang tua saat belajar secara daring (dalam jaringan/on line).
Hal itu diungkapkan oleh Winny Isnaini, selaku fasilitator nasional sistem perlindungan anak saat menjadi pembicara dalam diskusi webinar ‘Simalakama Pembelajaran Tatap Muka di Jawa Timur’ yang digelar Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung bekerjasama dengan komunitas Jurnalis Sahabat Anak (JSA) dan UNICEF, pada Rabu, 2 Agustus 2020.
“Situasi pandemi saat ini menuntut orang tua dapat berinteraksi langsung lebih banyak dengan anak-anak, saat mereka mengikuti proses pembelajaran daring. Orang tua banyak yang belum siap dengan situasi seperti itu, sehingga berpotensi memunculkan kekerasan pada anak. Ini yang harus diwaspadai,” ujarnya dalam webinar yang diikuti oleh wartabromo.com tersebut.
Ia berharap semua pihak lebih mengedepankan pendekatan komunikasi yang lebih baik kepada anak-anak. “Pemerintah perlu memikirkan hal ini juga, serta mengambil langkah-langkah pencegahan,” kata wanita yang juga Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung itu.
Penekanan yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Kantor Perwakilan Unicef Wilayah Pulau Jawa, Arie Rukmantara. Menurutnya pemerintah harus mendengarkan suara anak ketika membuat keputusan mengenai sistem pembelajaran yang akan dijalankan selama pandemi. Apakah tetap menjalankan pembelajaran jarak jauh atau mulai kembali bertatap muka.
“Penting untuk melihat kesiapan anak atas persetujuan dengan orang tua, kondisi psikososial anak, serta tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan sebelum memutuskan kembali bersekolah tatap muka,” ucap Arie dalam forum yang sama.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan membangun dan mendistribusikan sejumlah kios anjungan belajar mandiri (ABM) untuk memudahkan siswa sekolah mengikuti proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mesin ABM itu, akan diutamakan didistribusikan ke daerah-daerah yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi.
“Dengan mesin ABM tersebut, nantinya seluruh siswa dapat mengunduh soal dan materi pembelajaran yang disediakan oleh Diknas. Ada buku paket, materi pembelajaran hingga materi try out. Siswa tinggal mengunduh di mesin tersebut lalu mencetaknya dengan mesin print,” ujar Sekretaris Diknas Provinsi Jawa Timur, Ramliyanto.
Selain menyiapkan kios ABM, Diknas Jatim juga mendorong setiap sekolah lebih kreatif dalam menerapkan PJJ. Misalnya dengan mengoptimalkan sistem single link, yang dapat diakses secara langsung dengan mudah oleh siswa. “Bagi kami kebijakan yang diambil cukup jelas. Kesehatan dan keselamatan anak-anak, tenaga pendidik dan pengajar adalah yang paling utama,” tandasnya.
Di Jawa Timur, saat ini memulai uji coba sekolah tatap muka tahap kedua, untuk siswa SMA/SMK sederajat. Uji coba kedua dilaksanakan pada 25 persen dari seluruh sekolah SMK di Jawa Timur mulai 31 Agustus 2020. Disusul 25 persen lagi di tingkat SMA mulai 7 September 2020 mendatang.
“Jumlah siswa yang dimasukkan untuk daerah dengan zona kuning sebanyak 50 persen, sedangkan zona oranye sebanyak 25 persen dari jumlah siswa,” terang Ramliyanto.
Di sisi lain, Dewan Pendidikan Jawa Timur juga menyikapi pro kontra pelaksanaan pembelajaran secara daring maupun tatap muka. Dewan Pendidikan mengingatkan pemerintah supaya tetap melaksanakan kewajibannya. Yakni memenuhi hak pendidikan anak-anak, meskipun dalam situasi pandemi seperti saat ini.
“Pendidikan itu hak setiap orang maupun anak-anak. Untuk itu pemerintah tetap harus melaksanakan, meski dalam situasi saat ini dimana kesehatan menjadi prioritas utama,” tegas Isa Anshori selaku ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur.
Ia juga menyebutkan, sebanyak 80 persen dari 5.237 guru yang dijadikan responden dalam sebuah survei mengatakan bahwa mereka sudah siap menjalankan proses pembelajaran tatap muka. “Tetapi harus dipersiapkan prosedurnya. Jangan sampai kasus di Surabaya dan Banyuwangi terjadi lagi,” tandas Isa. (saw/ono)