Mengunjungi Pesantren Mandiri Energi di Pasuruan

4280

Sekadar cerita, Gus Muhbir adalah sosok ustad desa yang sederhana. Ia tak pernah mengenyam pendidikan umum jenis apapun. Sejak usia 14 tahun sampai lulus, ia hanya mengenyam pendidikan agama di sebuah pesantren di Ploso, Kediri, setelah itu kembali ke Pasuruan.

Ia mengaku, dulu sangat suka menonton acara televisi yang dipandu oleh pakar herbal Hembing Wijayakusuma. Setiap acara Hembing tayang, GusGusMuhbir Muhbir selalu serius memerhatikan apa yang disampaikan sembari mencatatnya.

“Pas saya nonton itu, ada orang telepon ke acaranya Pak Hembing. Katanya, berkat panduan dari Hembing, anaknya yang autis sembuh. Wah itu saya langsung percaya.”

LEBIH HEMAT: Santriwati Ponpes Al-Faqihiyah, Desa Sumberglagah, Rembang, Kabupaten Pasuruan memasak dengan menggunaan biogas dari kotoran sapi. Foto: romadoni.

Dan benar saja, apa yang ia catat dari menonton acara Hembing di televisi bisa diimplementasikan. Suatu kali tetangganya ada yang sakit. Berdasar analisa medis, si tetangga harus menjalani rawat jalan di rumah sakit dan perlu mengonsumsi berbagai jenis obat. Tapi Gus Muhbir memberikan alternatif lain. “Saya jamoni sendiri. Habis Rp 150 ribu. 1 bulan sembuh dia. Berkat Pak Hembing,” katanya lantas terkekeh.

Sekarang, Pesantren Al Faqihiyah punya 20 ekor sapi yang khusus dimanfaatkan untuk biogas. Kotoran dari puluhan sapi itu kemudian diendapkan di dalam digester berkapasitas 12 meter kubik yang dibangun di pinggir kandang.

Biogas itu mulanya sempat disalurkan ke 8 titik. Pertama, ke pesantren sendiri. Kedua, ke rumah Mahrus Fadlan. Ketiga, ke rumah Muhbir sendiri. Kemudian 5 lainnya adalah ke rumah-rumah tetangga.

Namun karena kebutuhan pesantren lebih besar dibanding rumah-rumah lainnya, kendala pun muncul. Nyala api di sebagian rumah sangat kecil ketika semua rumah secara bebarengan menyalakan kompor. Akhirnya dari 5 rumah di sekitar pesantren, kini hanya 3 titik yang memakai biogas dari pesantren.

Untuk diketahui, di Kabupaten Pasuruan, selain Al Faqihiyah ada pesantren lain yang juga mengembangkan biogas, yaitu Pondok Pesantren Terpadu Al Yasini di Desa Areng-Areng, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan. Di pesantren ini, sumber energi yang dipakai bukan kotoran sapi, melainkan tinja santri.

Pengelolaan biogas di Ponpes Al Yasini telah dilakukan sejak Oktober 2017 dan pada April 2018 diresmikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat itu, Ignasius Jonan.

Instalasi biogas komunal ini terdir dari 50 unit wc, tersambung dengan tempat pembuangan yang sudah dirancang untuk menghasilkan biogas seperti digester biogas dengan kapasitas 2×12 meter kubik tipe fixed dome beton, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan kapasitas 180 meter kubik.

Instalasi tersebut mampu menghasilkan gas sebanyak 81 meter kubik per bulan atau setara dengan 12 tabung LPG 3 kg per bulan, bersumber dari kotoran 3000 santrinya. Sayang, libur akibat pandemi memaksa biogas berhenti berproduksi.

Biogas Sumber Energi Terbarukan Paling Handal

Sementara itu, pengamat energi terbarukan dari Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan (PPEB) Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Ary Bachtiar mengatakan, biogas merupakan satu-satunya sumber energi terbarukan yang secara ekonomi lebih handal dibanding sumber energi terbarukan lainnya.

“Sumber energi terbarukan lainnya seperti matahari dan angin bergantung pada cuaca dan faktor waktu untuk menghasilkan listrik. Produksi biogas dapat terus berlanjut terlepas dari cuaca dan waktu,” katanya.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.