Pasuruan (WartaBromo.com) – Empat kasus bunuh diri terjadi di Kabupaten Pasuruan dalam dua pekan terakhir. Angka itu separo lebih dari kasus yang terjadi 2019 lalu.
Berdasar catatan WartaBromo.com, angka bunuh diri pada 2019 mencapai 7 kasus. Sementara pada Agustus tahun ini saja, sudah ada 4 kasus bunuh diri.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan, Ani Lathifah tidak banyak memberikan komentar atas insiden bunuh diri yang terjadi dalam kurun waktu berdekatan itu.
“Kalau masalah itu, sudah menjadi ranah kepolisian,” kata Ani saat dihubungi melalui aplikasi percakapan, Senin (17/08/2020) malam lalu.
Karena itu, saat disinggung kemungkinan Dinkes membuka layanan konseling bagi penderita depresi di tengah pandemi, pihaknya tak menanggapinya.
Jawaban singkat Ani itu pun memantik perhatian ahli psikologi, Sandersan Onie. Menurutnya, penjelasan Kadinkes yang sepenuhnya menyerahkan kasus bunuh diri pada kepolisian an sich dinilai keliru.
Dijelaskan Sandy, kasus bunuh diri merupakan problem kesehatan mental ketimbang kriminalitas semata. “Dengan kata lain, sikap Dinkes itu berarti menganggap bunuh diri sebagai kriminalitas, bukan kesehatan mental,” katanya.
Padahal, dewasa ini, kesehatan mental termasuk salah satu isu kesehatan dunia, selain kesehatan secara fisik. Terlebih, dalam beberapa tahun angkanya terus meningkat.
Menurut Sandy, kesalahan pendekatan oleh Dinkes, tentu akan berdampak pada upaya penanganan dan pencegahan kasus bunuh diri.
“Misalnya, karena tidak dianggap sebagai problem kesehatan mental, Dinkes juga tidak akan melakukan apa-apa. Biarpun angkanya terus naik,” kata peraih doktor dari Universitas New South Wales, Australia ini.
Sandy pun menilai pendekatan oleh Dinkes keliru. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap kesehatan, tentu tidak cukup diartikan sehat secara fisik. Tapi, juga mental.
“Terlebih, mental health sekarang sudah diklasifikasi sebagai medical issue yang juga perlu mendapat penanganan, selain kesehatan secara fisik,” kata Sandy.
Menurut Sandy, Dinkes perlu membuat nota kerjasama dengan kepolisian. Kerjasama itu diperlukan guna mencari tahu lebih dalam motif dan juga latar belakang perilaku bunuh diri.
“Karena suicade atau bunuh diri itu lebih ke persoalan kesehatan mental. Bukan kriminal,” terang Sandy kepada WartaBromo.com, Selasa (18/08/2020).
Menurut Sandy, bagaimana pola dan pendekatan yang digunakan, akan berpengaruh pada strategi dan upaya bagaimana menekan angka bunuh diri.
Ia melanjutkan, dengan hanya ditangani polisi, maka tidak akan terjadi prevensi atau inisiatif apapun untuk mencegah kasus bunuh diri terus bertambah.
“Polisi bisa saja menemukan cause-nya. Tapi, mereka tidak ditraining atau di-equip untuk melakukan apa-apa dengan informasi itu,” sambungnya.
Nah, disinilah perlunya peneliti dan Dinas Kesehatan untuk menggunakan informsi yang didapat dari polisi. Karena jika tidak, apa dan bagaimana mencegah bunuh diri, tidak akan didapat solusinya.
“Makanya, Dinkes perlu membuat data agreement dengan polisi untuk bisa akses informasi tersebut. Lalu manggandeng peneliti untuk prevention initiatives suicade-nya,” jelas Sandy. (tof/asd)