Probolinggo (wartabromo.com) – DPRD menilai sistem pengelolaan kas daerah (Kasda) Pemerintah Kota Probolinggo lemah. Hal itu, terlihat dari adanya beberapa temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, atas keuangan Pemkot Probolinggo Tahun Anggaran 2019.
Wakil Ketua DPRD setempat, Fernanda Zulkarnain, menyebut sistem pengendalian intern dalam penyusunan laporan keuangan yang menyangkut pengelolaan kas daerah (Kasda) lemah. Diungkapkan, kebijakan akuntansi pengisian piutang tidak konsisten. Begitu juga kebijakan akuntansi biaya dibayar dimuka, yang tidak sesuai standar akutansi pemerintah.
“Pengelolaan persediaan pada beberapa OPD atau unit kerja belum tertib. Seperti perhitungan nilai investasi permanen penyertaan modal PDAM, belum sesuai ketentuan Dimana proses penghapusan aset lain-lain berlarut-larut,” ujar Fernanda.
Ketidakkonsistenan akutansi pengisian piutang ditemukan pada sistem pengendalian intern RSUD dr Mohammad Saleh. Di mana BPK menemukan adanya piutang pasien dari luar kota sebanyak Rp700 juta. Selain itu ada pengembalian dana kekurangan volume pada proyek pemasangan panel depan seluas 200 meter persegi sebesar Rp171 juta.
“Rekomendasinya, RSUD segera menyelesaikan atau menagih piutang tersebut. Kami minta Pemkot mengkaji ulang SOP dan MoU dengan Pemkab Probolinggo,” katanya.
BPK merekomendasikan pengembalian dana dari rekanan ke Dinas PUPR dan Perkim. Untuk bidang Cipta Karya, pengembalian kelebihan volume pekerjaan pada proyek pembangunan pasar baru Rp271 juta. Pelaksana proyek Pasar Baru, hanya membayar Rp50 juta, sehingga masih meninggalkan sisa Rp221 juta.
Untuk bidang Bina Marga, BPK merekomendasikan pengembalian dana sebesar Rp32.311.287,28. Terdiri dari pembangunan peningkatan jalan Bantul Rp6.265.918,86; pembangunan pematusan dan trotoar jalan HOS Cokroaminoto Rp4.717.822,50; dan pembangunan pematusan jalan Pattimura Rp3.274.690,00. Pengembalian juga pada peningkatan jalan Panglima Sudirman Rp3.575.266,10.
“Dinas PUPR dan Perkim segera menindaklanjuti rekanan yang memiliki tanggungan. Terhadap Bina Marga, segera menagih ke rekanan. Jika sampai Agustus belum diselesaikan, maka rekanan tersebut harus diblack-list,” tegas politisi Golkar itu.
Ada juga nilai piutang pada DKUPP terkait retribusi pelayanan pasar Gotong Royong Rp1.424.130.330. Bahkan ada tunggakan Dinas Perhubungan (Dishub) Rp642.776.000 dari pemakaian kios di Terminal Bayuangga tahun 2014, sebelum terminal Bayuangga dikelola pemerintah pusat.
“Kepala Dishub segera menyelesaikan tunggakan tersebut,” tandasnya.
Di lain sisi, terdapat juga dana bergulir yang tidak dapat ditagih pada bank. Untuk Bank Jatim di tahun 2018 jumlahnya Rp665.167.227 sedang di tahun 2019 angkanya Rp703.746.014. Sementara untuk BPR Jatim tahun 2018 sebesar Rp423.744.667 dan tahun 2019 sebesar Rp457.782.967.
Untuk kebijakan akuntansi biaya dibayar dimuka, ditemukan selisih bayar pada perjalanan dinas luar negeri. Di mana ada kelebihan bayar akibat perbedaan perhitungan kurs rupiah ke dolar.
Begitu juga kelebihan klaim atau selisih pembayaran BPJS Rp11 juta dari Puskesmas se-Kota Probolinggo. Serta kelebihan bayar kepada pihak ketiga, yakni pada Universitas Brawijaya berkaitan MoU dengan Dinas Kesehatan P2KB sebesar Rp 400 juta.
“Kami minta, inspektorat jangan hanya mengawasi administrasinya. Tetapi pengawasan dalam pemanfaatan anggaran juga harus diawasi ketat,” tandas Fernanda. (saw/ono)