Pajak daerah Kabupaten Pasuruan yang belum dibayar tahun 2019 mencatatkan piutang cukup tinggi, hingga Rp 149 miliar. Dikemplang?
Oleh: Asad Asnawi
SEKILAS, capaian pendapatan daerah 2019 Kabupaten Pasuruan cukup menggembirakan. Angkanya naik dari yang didapat di tahun sebelumnya.
Dalam laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019 Bupati Pasuruan pekan lalu, pendapatan Kabupaten Pasuruan mencapai Rp. 3, 69 triliun. Tepatnya Rp. 3. 368. 808. 544. 577, 79.
Angka tersebut naik sebesar Rp. 180. 845. 310. 664, 72. Atau, 5, 7 persen dari perolehan pendapatan 2018 yang tercatat sebesar Rp. 3, 19 triliun, atau tepatnya Rp. 3. 187. 963. 233. 913, 07.
Akan tetapi, bila dicermati, kenaikan tersebut belum menyentuh target yang dipatok sebelumnya. Yakni, kurang Rp. 155. 218. 797. 139, 87. Atau 5, 40 persen dari target sebesar Rp. 3. 524. 027. 341. 717, 66.
Tidak maksimalnya perolehan PAD dan transfer dari pusat menjadi penyebab tidak tercapainya anggaran pendapatan yang ditargetkan.
“Kondisi tersebut disebabkan tidak tercapainya target PAD dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat,” kata Bupati Irsyad saat menyampaikan nota pengantar Raperda Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019, Senin (6/07/2020).
Sekadar diketahui, postur pendapatan daerah didasarkan dari beberapa sektor sebagai sumber pendapatan. Salah satunya, PAD yang didalamnya terdiri dari beberapa komponen.
Termasuk dalam komponen tersebut adalah pajak. Seperti pajak hotel, villa dan penginapan; pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, pajak mineral bukan logam, pajak penerangan jalan, pajak bumi dan bangunan, hingga pajak air tanah.
Celakanya, pajak daerah yang harusnya menjadi penopang PAD justru menunjukkan kinerja yang tak terlalu memuaskan. Pasalnya, meningkatnya perolehan pajak juga diikuti piutang pajak yang tinggi karena tak dibayar para wajib pajak.
Sebagai gambaran, pada 2019, perolehan pajak daerah mencapai Rp. 364. 181. 321. 493, 99. Naik dari capaian 2018 yang tercatat sebesar Rp. 357. 264. 301. 332, 79.
Dalam waktu yang sama, piutang pajak daerah juga kian membumbung. Dari (sebelum penyisihan) Rp. 134. 288. 405. 299, 96., pada 2018 menjadi Rp. 149. 738. 221. 089, 40.
Dengan kata lain, piutang pajak yang tak dibayar para wajib pajak yang lain itu hampir separo dari capaian pajak daerah yang diperoleh!
Tak pelak, tingginya angka piutang tak luput dari sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur. BPK menyebut kegiatan verifikasi dan validasi atas daftar piutang pajak belum memadai.
Untung saja, setelah dilakukan penyisihan, total nett piutang pajak sedikit turun. Menjadi Rp 58. 566. 778. 378, 44., pada 2019 dan Rp 50. 179. 743. 437, 89., di tahun 2018.
Berdasar dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang diperoleh media ini, piutang pajak tersebut terjadi di seluruh sektor yang menjadi komponen pajak daerah.
Bahkan, beberapa diantaranya mengalami lonjakan cukup tinggi. Misalnya, komponen pajak hotel, vila dan penginapan. Pada tahun 2018, piutang pajak yang belum dibayar tercatat sebesar Rp 52, 9 juta. Tahun lalu, bertambah menjadi Rp 211, 3 juta.
Peningkatan juga terjadi pada pajak restoran/rumah makan. Dari Rp. 47, 6 juta pada 2018, naik menjadi Rp. 417, 2 juta di 2019 lalu.
Termasuk pula sektor mineral bukan logam dan penerangan jalan umum (non PLN). Dari Rp. 26, 1 juta dan Rp 589, 6 juta pada 2018. Naik menjadi Rp. 136, 7 juta dan Rp. 790, 4 juta setahun berikutnya.
Sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi peningkatan piutang cukup parah. Dari Rp. 118, 6 miliar di 2018, naik menjadi Rp. 130, 7 miliar pada 2019.