Pengadilan Tipikor menyebut kasus dugaan korupsi yang dilakukan eks Kabid Olahraga Dispora Lilik Wijayati sebagai bentuk “korupsi berjamaah”. Siapa saja diduga terlibat?
Oleh: Asad Asnawi
LILIK Wijayati Budi Utami benar-benar syok. Langkah kakinya terlihat gontai saat berjalan ke mobil tahanan pada 19 September 2019 silam.
Sebuah teriakan sempat ia lontarkan sebelum dibawa pergi penyidik. “Saya diperintah Pak Munib, kepala dinas,” ungkap Lilik menyambut jepretan kamera yang mencoba mengabadikan proses penahanan itu.
Pada akhirnya, pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Sidoarjo menolak dakwaan pertama primair yang menyebut Lilik melakukan tindak pidana korupsi.
Sebaliknya, majelis menyatakan terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan.
“Menyatakan terdakwa Lilik Wijati Budi Utami terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dakwaan subsidair,” kata majelis hakim saat membacakan putusannya kala itu.
Semua bermula dari rapat di suatu hari di bulan Februari 2017 silam. Pertemuan itu selang sebulan setelah Dispora yang sebelumnya bagian dari Dinas Pendidikan menjadi dinas sendiri.
Abdul Munib yang dilantik sebagai Kepala Dinas Olahraga (Kadispora) pada 3 Januari memimpin langsung pertemuan yang dihadiri pejabat struktural Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) baru ini.
Diantaranya, terdakwa Lilik yang menjabat sebagai kepala Bidang Olahraga, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Kemudian, Kasi Pengembangan Olahraga Prestasi yang juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Subroto; Kasi Pengembangan Olahraga Rekreasi Wiwik Sri Wilujeng.
Turut juga dalam pertemuan itu Kepala Bidang Pemuda yang juga Pejabat Pengadaan, Heroe Boedie Soelistijo serta Ketua PPHP Khoirul Umam; serta Bendahara Dispora, Nanang Suhita.
Ada beberapa agenda yang dibahas dalam pertemuan itu. Selain soal program kerja, perpindahan kantor, juga pemotongan anggaran 10 persen dan biaya dokumen Rp 2 juta untuk setiap kegiatan di Dispora.
“Dalam rapat itu, disepakati adanya pemotongan 10 persen dari setiap kegiatan di Dispora,” kata Nanang Suhita, bendahara Dispora, dalam kesaksiannya di persidangan.
Konon, duit pemotongan itu akan dipakai untuk membiayai kegiatan nonbugeter di lingkungan Dispora. Pasalnya, sebagai OPD baru, anggaran yang dimiliki sangat terbatas.
Akan tetapi, alasan penggunaan yang potongan guna membiayai kegiatan nonbugeter tidak sepenuhnya benar. Kenyataannya, duit tersebut mengalir ke sejumlah kantong.
Terdakwa Lilik adalah yang turut menikmati duit panas itu. Karena itu, selain kurungan badan, terdakwa yang kini mengajukan banding atas vonisnya itu juga diminta membayar uang pengganti senilai Rp 69 juta.
Dalam salinan putusan yang didapat media ini, praktik lancung di lingkungan Dispora didesain sejak awal. Sejumlah pihak saling berbagi peran untuk memuluskan pemotongan anggaran dimaksud.
Nanang sendiri, sebagaimana keterangan yang tertuang dalam salinan putusan, bertugas mengumpulkan dan mengelola semua duit potongan tersebut. Saat audit dilakukan, total kerugian negara mencapai Rp 918 juta.
Kerugian tersebut diperoleh dari selisih penggunaan anggaran di 7 kegiatan. Diantaranya, Peningkatan Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Rp 50 juta.
Lalu, Pengembangan Olahraga Lanjut Usia dan Penyandang Cacat Rp 2,8 juta; Peningkatan Jumlah Kualitas serta Kompetensi Pelatih, Praktisi dan Teknisi Olahraga Rp 11,6 juta.
Peningkatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Olahraga sebesar Rp 35, 4 juta; Pemeliharaan Rutin Sarana dan Prasarana Olahraga Rp 2, 6 juta; Pembibitan dan Pembinaan Olahraga Berbakat Rp 16, 4 juta dan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga sebesar Rp 799 juta.