Menjadi prioritas KPU bersama Pemerintah dalam mengelola penyelenggaraan tahapan Pilkada untuk meminimalisir penyebaran virus Covid-19.
Oleh : Sri Sugeng Pujiatmiko, SH
PENYELENGGARAAN Pilkada serentak tahun 2020 yang sedianya digelar pada bulan September 2020 telah ditunda penyelenggaraannya, karena adanya wabah Covid-19, pada tanggal 9 Desember 2020.
Keputusan itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Perppu tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang dinyatakan “dalam hal sebagian atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan, maka dilakukan pemilihan lanjutan”.
Tahapan Pilkada serentak yang dihentikan oleh KPU ada 4 (empat) tahapan, antara lain : pembentukan PPK, pembentukan PPS, pelaksanaan verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, dan pembentukan PPDP (Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih).
Pemangku kepentingan penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020, KPU, Pemerintah, dan DPR telah sepakat tahapan penyelenggaraan pemungutan suara Pilkada serentak dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020, maka tahapan yang dihentikan oleh KPU akan dimulai kembali pada tanggal 13 Juni 2020.
Bagaimana dan apa yang harus dilakukan KPU bersama Pemerintah dan DPR dalam mengantisipasi penyelenggaraan tahapan Pilkada di tengah pandemik Covid-19 dapat dilaksanakan dengan mengedepankan perlindungan kesehatan bagi masyarakat dan penyelenggara pemilihan.
Tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota, yang di Jawa Timur terdapat 19 (Sembilan belas) kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak pada tahun 2020, harus menyesuaikan dengan protokoler kesehatan dalam melaksanakan tahapan yang dihentikan dan tahapan-tahapan lainnya.
Dampak penundaan tahapan Pilkada serentak karena adanya pandemik Covid-19 ini antara lain :
- KPU akan merancang ulang tahapan yang telah ditetapkan berdasarkan PKPU 15/2019 tentang tahapan, jadwal dan program.
- KPU harus merancang tahapan-tahapan yang akan diselenggarakan menyesuaikan dengan protokoler kesehatan yang telah ditetapkan.
- KPU harus mengambil kebijakan terkait dengan petugas-petugas verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, petugas pemutakhiran data pemilih, petugas yang menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara dalam melaksanakan tugasnya di tengah pandemik Covid-19.
- KPU harus merancang ulang kebutuhan-kebutuhan terkait dengan protokoler kesehatan bagi petugas-petugas penyelenggara pemilihan dalam melaksanakan tugasnya.
- KPU harus merancang kegiatan-kegiatan bentuk-bentuk kampanye sesuai dengan protokoler kesehatan, baik pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, debat publik dan penyebaran bahan kampanye kepada umum.
Jangan sampai tahapan-tahapan yang diselenggarakan oleh KPU akan berdampak pada penyebaran virus Covid-19 semakin meluas. - KPU harus merancang pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS sampai dengan rekapitulasi penghitungan suara terkait dengan pandemik Covid-19 disesuaikan dengan protokoler kesehatan.
- KPU harus merancang terkait dengan pelaksanaan penetapan pasangan calon, pengundian nomor urut pasangan calon, dan penetapan calon terpilih ditengah pandemik Covid-19.
Terhadap penyelenggaraan tahapan yang dihentikan KPU terkait dengan pembentukan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), pembentukan PPS (Panitia Pemungutan Suara), dan PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) sangat mungkin dapat dilakukan secara virtual atau daring.
Namun, bagi tahapan verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan tidak dapat dilakukan secara virtual atau daring, karena petugas verifikasi (verifikator) harus bertemu langsung dengan masyarakat yang namanya dijadikan syarat dukungan oleh calon perseorangan, maka harus dilakukan secara tatap muka.
Apakah memungkinkan KPU merubah verifikasinya, tidak melalui tatap muka misalnya. Tetapi bagaimana caranya dan bagaimana pula bentuk pengawasannya, serta bagaimana validasi hasil verifikasinya ketika tidak dilakukan secara tatap muka.
Problem dan masalah yang harus diselesaikan oleh KPU tidak mudah bagaimana merancang penyelenggaraan di tengah pandemik Covid-19. Belum lagi apabila terdapat penolakan dari masyarakat ketika petugas-petugas KPU melaksanakan tugasnya untuk melakukan verifikasi syarat dukungan calon perseorangan atau pemutakhiran data pemilih.
Artinya pembatasan-pembatasan terkait dengan dampak pandemik Covid-19 yang disesuaikan dengan protokoler kesehatan akan berdampak pula terkait pelaksanaan tahapan yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya. Tentu KPU telah merancang penyelenggaraan tahapan dengan stake holder khususnya Kementerian Kesehatan, Mendagri, DPR RI yang membidangi kesehatan, Menko Polhukam untuk mendapatkan masukan terkait dengan penyelenggaraan tahapan di tengah pandemik Covid-19.
KPU sebagai leading sector dalam penyelenggaraan Pilkada serentak disuguhkan situasi dan kondisi yang tidak biasa, karena wabah Covid-19 tidak dapat diketahui siapa yang menyebarkan dan siapa yang terkena virus Covid-19, karena manusia sebagai penyebar virus Covid-19 juga diketahui orang tanpa gejala, sehingga sulit untuk menentukan apakah seseorang terjangkit virus Covid-19 atau tidak. Maka sudah barang tentu penerapan protokoler kesehatan menjadi hal yang penting bagi KPU untuk mengaturnya dalam Peraturan KPU.
Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan pasti semuanya bersinggungan dengan masyarakat, baik penyelenggaranya atau peserta pemilunya. Maka pengaturan penyelenggaraan tahapannya menjadi sangat penting di tengah pandemik Covid-19. Apakah seluruh petugas penyelenggara pemilihan akan dibekali dengan APD (alat pelindung diri) seperti petugas kesehatan yang selama ini bertugas atau kah menggunakan alat pelindung diri yang lain. Apabila petugas KPU menggunakan APD, maka di APD-nya harus ditulis Petugas KPU, untuk membedakan antara petugas kesehatan dengan petugas KPU, karena apabila tidak ada tulisan “petugas KPU” dikhawatirkan masyarakat akan menolak karena didatangi oleh petugas kesehatan, padahal yang datang adalah bukan petugas kesehatan, namun petugas KPU.
Hal-hal sekecil apapun harus diatur oleh KPU, semua itu agar pelaksanaan tahapan yang dilakukan oleh petugas KPU dapat dilaksanakan sesuai dengan asas-asas penyelenggaraan pemilu.
Selain itu, oleh karena penyelenggaraan tahapan Pilkada harus disesuaikan dengan protokoler kesehatan, maka sejalan dengan itu dampaknya adalah penambahan anggaran akibat penyesuaian dengan protokoler kesehatan.
Apakah penambahan anggaran untuk menyesuaikan dengan protokoler kesehatan dibebankan pada APBN atau dibebankan kepada APBD.
Terhadap 2 (dua) anggaran tersebut, sama-sama sulit, karena APBN juga anggarannya terkuras untuk menanggulangi penyebaran atau pencegahan, serta penanganan masyarakat yang terkena virus Covid-19. Anggaran daerah juga sama terkuras untuk penanganan PSBB atau bagi daerah yang tidak terkena PSBB mencegah penyebaran virus Covid-19.
KPU RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI telah menyampaikan akan ada penambahan anggaran pilkada serentak di tengah pandemik Covid-19.
Kekhawatiran lain adalah apabila dalam pelaksanaan tahapan terjadi penolakan dari masyarakat dan pelaksanaan tahapan tidak dapat dilakukan oleh KPU, maka akan menjadi persoalan tersendiri, karena sekarang ini masyarakat sedang sensitif dalam menghadapi pandemik Covid-19.
Apabila pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pilkada tidak dapat dilakukan KPU di tengah pandemik Covid-19 ini, maka KPU, Pemerintah, dan DPR berdasarkan Perppu 2 Tahun 2020 merjadwal ulang atau menunda kembali penyelenggaraan tahapan Pilkada serentak tahun 2020.
KPU sebenarnya sudah merancang penyelenggaraan pilkada serentak dilaksanakan pada tahun 2021, mengingat saat ini dampak pandemik Covid-19 juga belum hilang di wilayah Indonesia, dan beberapa daerah masih menerapkan PSBB atau menerapkan new normal yang tetap menyesuaikan protokoler kesehatan.
Selain itu, apabila penyelenggaraan tahapan Pilkada dimulai dan petugas KPU berinteraksi dengan masyarakat dampak virus Covid-19 akan semakin bertambah, maka protokoler kesehatan harus dilakukan dengan ketat untuk jangan sampai dampak pelaksanaan penyelenggaraan tahapan serentak akan menjadi problem penyebaran Covid-19.
Beberapa daerah atau wilayah di Jawa Timur yang menyelenggarakan Pilkada serentak masuk dalam zona merah terkait dengan penyebaran virus Covid-19. Maka dalam pelaksanaan tahapan juga menjadi prioritas KPU bersama Pemerintah dalam mengelola penyelenggaraan tahapan Pilkada untuk meminimalisir penyebaran virus Covid-19 bagi daerah atau wilayah yang masuk dalam zona merah penyebaran virus Covid-19.
KPU saat ini sangat membutuhkan masukan bagaimana tata cara, prosedur, dan mekanisme yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan tahapan Pilkada serentak di tengah pandemik Covid-19.
Semoga dampak virus Covid-19 segera berakhir, sehingga dapat menjaga kehidupan demokrasi di wilayah Republik Indonesia untuk kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan. Semoga. (*)
.
(ono)