Review Film
Oleh:AmalTaufik
SEMUA bermula dari kedatangan 12 pesawat luar angkasa misterius di 12 titik yang berbeda di muka bumi. Kemudian Louise Banks (Amy Adams), seorang profesor linguistik, direkrut Kolonel Weber (Forest Whitaker) dari militer Amerika Serikat dan diminta untuk berkomunikasi dengan alien penghuni pesawat misterius itu.
Pada scene-scene awal, pemandangan deretan pegunungan berselimut awan bersanding dengan sebongkah pesawat alien berwarna hitam memberikan kesan misterius, tegang, tapi sekaligus indah. Dan pemandangan itu segera memprovokasi kita, penonton, untuk bertanya what’s purpose of the aliens? Do they want to start a war?
Sutradara Denis Villeneuve tidak memberikan jawabannya dengan mudah, bahkan hingga film berakhir. Sambil menyimpan pertanyaan itu di kepala, Denis lalu menyuguhi penonton adegan-adegan Louise Banks bersama anak perempuannya yang lama kelamaan juga akan menimbulkan pertanyaan, apakah adegan-adegan itu hanya halusinasi atau memang sebuah kenangan.
Saat melakukan observasi ke dalam pesawat itu bersama militer, Louise Banks—selanjutnya Louise—tidak sendirian. Weber ternyata juga merekrut seorang fisikawan bernama Ian Donelly (Jeremy Renner).
Ketika mereka semua tiba di dalam pesawat alien itu, Ian dan Louise awalnya ada rasa gugup saat pertama bertemu alien. Namun usai 2 atau 3 kali pertemuan, dengan enteng mereka berdua mendekat, menyentuh batas, berhadap-hadapan dengan si makhluk asing seolah-olah yang mereka hadapi hanya seekor paus terdampar.
Sementara Kolonel Weber dan kawan-kawannya, dengan pendekatan keamanan, tampak grusa-grusu dan memperlihatkan kekhawatiran akan adanya serangan alien. Di beberapa negara bahkan terjadi demonstrasi, pemberontakan, kekacauan, disebabkan kehadiran pesawat alien ini. Puncaknya, Jenderal Shang (Tzi Ma) di Cina menyatakan perang dengan alien.
Apakah alien itu turun dari pesawat dan membunuh manusia? Apakah alien itu menebar ancaman secara terang-terangan? Sama sekali tidak. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan di sekitar lokasi pesawat. Kerusuhan itu semata-mata terjadi atas ketakutan dan kegagapan manusia pada sesuatu yang tidak diketahuinya.
Memang, suasana “teror alien” yang dibangun oleh Denis bukan dengan konfrontasi yang lugas antar 2 pihak, melainkan dengan sinematografi yang membikin kehadiran alien itu terasa nyata dan mengancam. Dan lagi ditambah akting Amy Adams sebagai profesor linguistik yang begitu halus mampu membawa penonton untuk turut mengalami kegalauan yang ia rasakan.
Si alien tampak berbentuk seperti gurita. Ia menyemprotkan semacam cairan hitam yang kemudian membentuk lingkaran-lingkaran dengan makna masing-masing. Louise merekam semua bentuk lingkaran itu dan berusaha menafsirkan maknanya.
Dalam sebuah dialog antara Ian dan Louise, Louise menjelaskan semacam hipotesa bahwa bahasa menentukan cara berpikir kita. Masalahnya, alien yang selanjutnya disebut alien heptapod ini tidak mengenal struktur bahasa. Bahkan konsep tentang waktu versi mereka berbeda dengan versi manusia.
Setelah berupaya memahami bahasa alien ini, cara berpikir Louise tanpa sadar terpengaruh oleh bahasa alien itu, juga persepsinya tentang waktu. Di sinilah Denis kemudian menghadirkan twist, meski sebenarnya clue dari twist yang ingin ia hadirkan beberapa telah dimunculkan di awal. Tapi itulah yang membuat cerita terasa rapi, dan tidak menyebabkan penonton merasakan deg!
Melalui interaksi antar 2 spesies, Denis mengajak kita merenungkan tentang ketakutan, kenaifan, dan kegagapan manusia pada sesuatu yang tidak diketahuinya, atau bahkan sama sekali asing. Dan pendekatan keamanan merupakan pilihan terburu-buru dan kurang tepat untuk mengenal-ketahui sesuatu yang asing itu.