Dalam kondisi tertentu, akan ada kemungkinan terdeteksinya lahan pekarangan yang tidak sesuai untuk ditanami tumbuhan yang mengindikasikan bahwa lahan tersebut cocok untuk digunakan sebagai lahan produksi budidaya perikanan, jamur, hingga unggas. Setelah mendapat bantuan modal dan material yang dibutuhkan, seluruh eksekutor yang terdiri dari mahasiswa, pemangku desa, mulai mentransformasi lahan/pekarangan/tanah kosong, untuk dijadikan lahan produktif/pertanian produktif/apotek hidup sesuai dengan hasil rekomendasi sistem.
Proses Pasca Implementasi Program
Pemda akan mendata surplus produksi pekarangan lewat mapping interaktif untuk saling menyalurkan surplus tersebut ke daerah yang membutuhkan. Pemda juga diharapkan dapat memberikan bantuan alat pengolahan lanjutan tanaman produksi jangka pendek hingga TOGA, seperti mesin pengasap sirih sehingga setiap desa dapat memproduksi produk unggulannya tanpa rantai distribusi yang panjang.
Sistem reward/penghargaan juga akan disediakan pada desa terbaik sebagai insentif agar setiap desa mau berkolaborasi dan memaksimalkan penggunaan alat dan bantuan. Dengan usulan ini, kita dapat mengalokasikan dana dan resources sesuai kebutuhan lapangan daripada dihabiskan di proses birokrasi dan survei lahan manual yang lama.
Mapping dengan big data juga dapat menentukan komoditas uggulan tiap daerah sehingga surplus produksi sesuai dengan permintaan pasar (tidak akan ada hasil produksi pekarangan yang tidak terbeli dan busuk) sehingga meningkatkan total keutungan. Akurasi dan transparansi data komoditas juga akan memperlancar usaha pembuatan evidence-based policy secara jangka panjang. Sehingga, solusi ini dapat membantu masyarakat terdampak COVID untuk mendapatkan kemandirian jangka panjang, bukan hanya BLT jangka pendek.(*)
*Penulis merupakan Mahasiswa Berprestasi Nasional Kemenristekdikti 2019.