Di pusat Kota Chiayi ada juga musala yang masih aktif menggelar berbuka dan salat tarawih bersama tiap akhir pekan. Musala itu letaknya di lantai 2 sebuah gedung. Lantai 1 untuk toko, lantai 2 tempat makan, lantai 3 musala. Tidak begitu luas sih, tapi cukup untuk menampung jemaah yang hadir.
Di sana malah tidak hanya mahasiswa, tapi ada juga buruh migran yang turut hadir. Suasananya menyenangkan. Namun tahun ini bersamaan dengan adanya pandemi, beberapa orang memilih untuk beribadah di rumah masing-masing.
Biasanya, pukul 17.00 saya akan kembali ke rumah untuk memasak keperluan berbuka puasa. Di sini banyak sekali toko. Mereka menjual beraneka macam kebutuhan warga. Rumah-rumah yang sebenarnya bukan berbentuk toko, oleh pemiliknya difungsikan menjadi toko. ke halaman 2
Pada musim panas seperti sekarang, harga sebagian sayuran dan buah di pasar seperti kubis, jambu, cabe, pisang, lebih murah. Tapi saya sendiri untuk masak menu berbuka biasanya belanja di mini market, karena pasar murah hanya buka pada pagi hari.
Saya dan teman-teman akan memasak di tempat tinggal masing-masing, kemudian akan kami bawa untuk berbuka bersama dan bertukar masakan. Ya, meski tidak selalu puluhan orang, tapi kehangatan berbuka seperti di Indonesia tetap terasa.
Satu-satunya suasana di Indonesia yang tidak bisa tergantikan adalah suasana ngabuburit sore hari sambil keliling belanja aneka jajanan takjil. Di sini, jika ingin mirip-mirip seperti itu, yang bisa kami lakukan adalah membuat takjil sendiri, seperti cireng, tahu krispi, buah-buahan, dan lain sebagainya.
Menjalani puasa di negeri orang, apalagi bukan negara muslim, memang tidak mudah. Suasananya sangat berbeda. Tak ada deretan penjual es blewah, es degan, es campur, dan es-es lainnya yang menjelang maghrib selalu ramai dikerubungi orang. Tak ada dermawan yang bagi-bagi takjil di pinggir jalan. Tak ada anak-anak kecil yang berisik saat salat tarawih.
Di Indonesia, orang-orang yang tidak berpuasa diimbau agar menghormati orang yang berpuasa. Di sini sebaliknya.
Tidak mungkin kita menuntut orang-orang agar tidak makan dan minum di depan kita yang sedang berpuasa. Kita harus memahami situasi dan lingkungan yang sama sekali berbeda dengan kampung halaman kita di Indonesia.
Di Chiayi, kita belajar tentang toleransi dan keragaman keyakinan. ke halaman awal
(asd)
*Catatan: Mahasiswi Doktoral Jurusan Biologi Pertanian, National Chiayi University, Taiwan.