Pengadilan Tipikor meminta penyidik mengusut pihak lain yang diduga terlibat korupsi hibah PSSI Kota Pasuruan. Tapi, penyidik bergeming.
Laporan: Asad Asnawi-Amal Taufik
SUNARTI tak ingin berlama-lama. Segera setelah vonis untuk suaminya dijatuhkan, ia bergegas meninggalkan gedung pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jalan Juanda, Sidoarjo, 12 Maret lalu.
Vonis majelis yang menghukum suaminya, Edy Hari Respati dengan kurungan penjara 6 tahun dan uang pengganti sebesar Rp 1,8 miliar dinilainya tak adil. Alasan itu pula yang akhirnya memaksa suaminya mengajukan banding.
Bukan cuma putusan pengadilan yang dinilainya terlalu berat. Mereka yang oleh suaminya diduga terlibat dalam pusaran kasus ini, tetap melenggang hingga kini.
“Pengurus yang lain kemana? Kenapa cuma saya yang dikorbankan?” kata Didik, yang ditemui sesaat setelah sidang kala itu.
Sebelum sidang ditutup, Didik-sapaan Edy Hari Respati- sempat menyinggung status Ketua DPRD Kota Pasuruan Ismail Marzuki Hasan yang dinilainya ‘lolos’ dari kasus ini. Dirinya berharap politisi PKB itu juga diproses.
“Saya tidak mau menanggung ini sendirian. Yang lain seperti ketua DPRD Ismail Marzuki juga harus diproses,” kata terdakwa Didik usai berkonsultasi dengan penasihat hukumnya kala itu.
Merespons pertanyaan itu, Majelis menyampaikan bila penentuan status Ismail bukan kewenangannya. Ada penyidik yang akan menindaklanjuti status Ismail karena dinilai turut terlibat dalam kasus ini.
“Itu nanti kewenangan penyidik untuk menaikkan status saksi menjadi tersangka, agar dilakukan penyidikan atas nama Ketua DPRD Kota Pasuruan,” kata ketua sidang Dede Surayama.
Widodo, jaksa penuntut umum dari Kejari Kota Pasuruan tidak dengan tegas bakal menindaklanjuti permintaan majelis itu. Ditemui seusai sidang, pihaknya mengaku akan berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Sayangnya, hampir dua bulan berlalu, belum ada progress berarti yang ditunjukkan kejaksaan mengusut dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Kasi Pidsus Kejari Pasuruan Soemarno menyampaikan, sebelumnya pihaknya telah meminta klarifikasi ke panitera terkait perintah peningkatan status Ketua DPRD Ismail Marzuki sebagai tersangka itu.
“Tidak ada surat (perintah penetapan) itu. Perintah penetapan (tersangka ketua dewan) itu diuraikan di dalam pertimbangan putusan hakim,” katanya akhir April lalu.
Lagi pula, lanjut dia, baik terdakwa maupun kejaksaan, masih sama-sama mengajukan banding.
Humas Tipikor Surabaya, Lufsiana menanggapi santai sikap kejaksaan yang terkesan ‘enggan’ menindaklanjuti perintah majelis terkait peningkatan status ketua dewan.
Dijelaskannya, wewenang penyidikan itu ada pada kejaksaan. “Kalaupun perintah majelis soal peningkatan status (ketua dewan) itu tidak ditindaklanjuti, memang tidak ada akibat hukumnya. Tapi kepercayaan masyarakat terhadap penyidik kejaksaan punah, dengan image kejaksaan tidak serius dalam penegakan hukum tipikor,” jelas Lufsiana.
Dugaan keterlibatan Ismail memang mengemuka sejak kasus ini mencuat. Politisi PKB itu disebut-sebut ikut menerima aliran dana hibah PSSI tahun 2015 senilai Rp 3,8 miliar itu.
Tak hanya oleh terdakwa Edy Hari Respati Setiawan alias Didik. Dalam pemeriksaan saksi selama proses persidangan berlangsung, nama Ismail juga acapkali muncul.
Manajer Persekap Junior U-17, Helmi yang sempat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengakui adanya penyerahan uang kepada Ismail.
Bahkan, itu dilakukan setiap kali terjadi pencairan dana hibah dari KONI kepada PSSI. Tapi, untuk apa uang tersebut diserahkan, pihaknya mengaku tak tahu.