Hilang Akal Menutup Tambang Ilegal

9705

Di tengah kesimpangsiuran status kepemilikan lahan, proses pengerukan lahan terus saja berlangsung. Lokasi yang dalam Tata Ruang Ruang Kabupaten berstatus sebagai lahan pertanian kering itu terlihat berlubang cukup dalam.

Tak pelak, beberapa warga mengeluhkan hal itu. Terlebih lagi, selama proses penambangan berlangsung, pihak penambang tak jarang menggunakan dinamit hingga menyebabkan saluran pipa air bersih putus.

Pada akhirnya, saluran tersebut berhasil disambung tak lama kemudian. Akan tetapi, masyarakat setempat tetap saja khawatir. Terlebih lagi penambangan yang dilakukan jauh dari prinsip-prinsip perlindungan lingkungan. Bahkan, mengancam masa depan warga di Blok Rekesan. ke halaman 2

Jika dalam aturannya batas tambang dibuat terasiring atau bertrap guna menghindari longsor, kenyataan itu tak didapati. Begitu juga dengan kawasan permukiman dan jalan umum. Di beberapa lokasi, batas tepi tambang hanya berjarak 10 meter. Dengan kondisi kemiringan yang mencapai 90 derajat.

Pemkab Pasuruan sendiri tercatat beberapa kali melakukan upaya untuk menutup tambang ilegal ini. Saat awal kasus ini mencuat, Pemkab sempat menurunkan tim untuk melakukan kegiatan monitoring ke lokasi. Akan tetapi, hasilnya nihil.

Alih-alih menutup lokasi itu, rombongan Pemkab justru gagal masuk lantaran dihalau oleh mereka yang mengenakan sepatu PDL (pakaian dinas lapangan). “Kami hanya boleh memantau dari luar. Itu pun dengan kawalan mereka,” terang sumber di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang sempat melakukan monitoring ke lokasi.

Keterangan serupa juga datang dari mantan pejabat di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Ketika itu, pihaknya hendak mengirim bantuan air bersih kepada warga di Kampung Rekesan, yang kebetulan lokasinya di tengah galian. Namun, jelang masuk lokasi, ia dihentikan petugas bercelana loreng. “Setelah kami sampaikan, baru diperkenankan masuk,” ujarnya.

Cerita akan keberadaan oknum aparat memang begitu banyak terdengar. Bukan hanya dari kalangan pejabat di lingkungan Pemkab. Beberapa warga yang WartaBromo.com temui juga mengemukakan hal serupa. Oknum-oknum aparat itu bahkan disebutkan sudah terlibat sejak tambang ini beroperasi 2-3 tahun silam.

“Dari awal sudah ada kan memang katanya mau dipakai perumahan prajurit, jadi mereka ikut mengamankan,” jelas Yanto. Hingga kini, keterlibatan oknum aparat itu masih bisa dijumpai meski tak sebanyak dulu. Alasan itu pun yang membuat Yanto mengingatkan media ini untuk tidak datang ke lokasi.

Ia mengaku sangsi dengan rencana pembangunan perumahan itu. Selain lokasinya yang kurang ideal -karena di tengah cekungan dengan kanan-kiri tebing- dan tak berizin, belum satu pun rumah yang berhasil dibangun sebagai rumah contoh. Sebaliknya, pihaknya menyebut bila rencana itu hanya sebagai kedok oleh perusahaan agar bisa menambang.

Untuk membuktikan dugaannya, beberapa plakat atau papan nama sempat dipasang di sejumlah titik wilayah penambangan tersebut. Isinya, menyebutkan bahwa di lokasi tersebut akan dibangun perumahan prajurit. Akan tetapi, saat sidak oleh tim Setneg 2018 silam, papan nama itu dicopoti.

Penilaian lebih kritis disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Rere Christanto. Pihaknya mencurigai adanya permainan oknum aparat dengan pengusaha terkait beroperasinya tambang ilegal di Bulusari itu.

“Dilihat dari lokasinya, jelas itu tidak layak untuk kawasan permukiman karena daerah sulit air. Kedua, ternyata kan tidak sesuai dengan tata ruang daerah. Makanya, bisa jadi ini hanya permainan perusahaan tambang menjadikan aparat sebagai bemper agar bisa menambang di situ,” jelas Rere melalui selulernya.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.