“Sudah. Suratnya sudah dibuat, sudah ada di panitera. Nanti jaksa yang mengambil,” kata Humas Tipikor, Lufsiana, Jumat (28/02/2020) sore. “Jadi, itu surat penetapan agar JPU menaikkan status saksi menjadi tersangka, agar dilakukan penyidikan atas nama Ketua DPRD Kota Pasuruan,” sambungnya.
Diketahui, surat penetapan tersebut menjadi landasan kejaksaan guna menerbitkan sprindik (surat perintah penyidikan) baru. Surat tersebut merujuk pada pengembangan atas fakta-fakta yang terungkap dari proses persidangan. Sayang, hingga laporan ini ditulis, surat tersebut tak kunjung diambil pihak kejaksaan.
Terkait beberapa keterangan tersebut, WartaBromo berusaha meminta penjelasan Ismail. Upaya yang dilakukan sejak Jumat (28/02/2020) akhirnya baru didapat pada Senin (2/03/2020) pagi. Itu pun, tidak banyak yang ia sampaikan.
Melalui sambungan telepon, politisi yang dikenal kalem itu menepis pernyataan Didik yang disampaikan lewat pledoinya itu. “Masa saya harus menanggapi?, itu kan pledoinya Pak Didik. Tapi kalau memang harus saya tanggapi, ya saya katakan itu tidak benar,” kata Ismail.
Tanpa menjelaskan lebih rinci, Ismail menepis pembelaan Didik bahwa dirinya menerima aliran dana dari PSSI. Termasuk, proses pengaturan yang berujung pada skandal ini. “Tidaklah. Tidak ada pengaturan. Tidak ada permintaan. Itu semua tidak benar,” jelas Ismail santai.
Pihaknya enggan berkomentar terlalu jauh lantaran pernyataan tersebut merupakan bagian dari pembelaan terdakwa.
Namun, merujuk keterangannya di BAP serta kesaksiannya saat hadir sebagai saksi di persidangan, politisi PKB ini bersikukuh menyebut penerimaan uang itu sebagai utang piutang untuk menalangi kegiatan PSSI. Ismail mengaku tidak memiliki bukti maupuk saksi untuk mendukung alibinya itu. Karena itu, pernyataan itu pun dengan tegas dibantah oleh terdakwa.
Melalui penasihat hukumnya, Sudiono, terdakwa mengelak memiliki utang kepada Ismail. “Tidak. Sudah saya tanya dan jawabannya sama. Tidak ada utang piutang,” ujar advokat yang berkantor di Karya Bhakti Blok D Nomor 23, Kota Pasuruan itu.
Penolakan terdakwa itu sejalan dengan keterangan para saksi dari unsur pengurus PSSI yang juga turut dihadirkan di persidangan. Di hadapan majelis hakim, para saksi, diantaranya Fuad Thalib, Ikhsan, Junaedi, dan lainnya kompak menyebut bila PSSI tidak pernah menggunakan dana talangan dalam melaksanakan kegiatan. Fakta lainnya, dana PSSI sudah cair sejak awal tahun (Februari).
SPJ Fiktif Bertahun-tahun
KASUS dugaan korupsi dana hibah PSSI Kota Pasuruan senilai Rp 3,8 miliar segera memasuki babak baru. Ini menyusul terbitnya surat penetapan majelis tipikor agar dilakukan penyidikan terhadap Ketua DPRD Kota Pasuruan, Ismail Marzuki Hasan.
Skandal korupsi ini bermula dari kucuran dana hibah Kota Pasuruan kepada Komite Olahraga Indonesia (KONI) Cabang Kota Pasuruan tahun 2015. Kala itu, Pemkot mengalokasikan anggaran hibah kepada KONI sebesar Rp 9.450.000.000. Dari angka tersebut, sebesar Rp 4.500.000.000., miliar untuk PSSI.
Sesuai proposal, anggaran tersebut dipergunakan untuk 8 kegiatan. Yakni Kompetisi Liga Remaja, Porprov dan kompetisi kelompok U-12 senilai Rp 867.820.000; Kompetisi Liga Remaja, Porprov, Muscablub dan Pembinaan Administrasi Peraturan Kedisiplinan Klub sebesar Rp 542.220.000.
Kemudian, Kompetisi Liga Remaja, Porprov, dan Kompetisi Internal sebesar Rp 854.850.000; Pembinaan Usia Remaja dan Proprov sebesar Rp 499.000; Pembinaan Usia Remaja dan Pembentukan Tim Futsal sebesar Rp 279.350.
Berikutnya, Pembinaan Usia Remaja, Kompetisi Piala Kemerdekaan antar Klub Internal dan Pembinaan Tim Futsal sebesar Rp 589.100.000; Pembinaan Usia Remaja, Kompetisi Internal U-17 dan Pembinaan Tim Futsal sebesar Rp 771.150.000; dan Pembinaan Usia Remaja. Lalu, Kompetisi Liga Remaja (Piala Gubernur) dan Pembinaan Tim Futsal sebesar Rp 96.000.000.