Masih banyak saudara-saudara kita yang harus bangkit dari kemiskinan, dan kita tidak boleh meninggalkan satu orangpun dari saudara-saudara kita ini
Oleh : Sri Kadarwati, S.Si, MT, Kepala BPS Kota Pasuruan
KITA sering mendengar pepatah bahwa “Mempertahankan lebih sulit dibandingkan Meraihnya”.
Mengapa demikian?
Barangkali jawabannya akan bervariasi. Bisa karena “mempertahankan” itu di samping meraih kembali yang pernah dicapai, sekaligus berupaya meraih untuk mempertahankannya, sehingga menjadi terasa sulit.
Begitu halnya dengan capaian kinerja ekonomi yang sudah diraih Kota Pasuruan dalam hal pengentasan kemiskinan.
Tentunya tidak semudah membalikkan tangan, karena diperlukan komitmen bersama dari pengambil kebijakan, para stakeholder terkait, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peran masyarakat dalam mengupayakan dirinya menjadi insan yang berkualitas dan mandiri.
Kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah yang besar dalam pembangunan bangsa.
Masih banyak saudara-saudara kita yang harus bangkit dari kemiskinan, dan kita tidak boleh meninggalkan satu orangpun dari saudara-saudara kita ini dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Oleh karena pengentasan kemiskinan sebagai salah satu tujuan yang dicanangkan dalam program Millenium Depelopment Goals Sustainable (MDGs) terus diupayakan, dengan slogan “Tanpa kemiskinan” atau “Pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua tempat”.
Secara umum pengertian kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling minimum, baik makanan maupun non makanan.
Penduduk yang dikategorikan miskin adalah mereka yang nilai konsumsinya kurang dari 2.100 KKal per orang per hari ditambah kebutuhan primer non makanan.
Pendekatan kalori bukan buatan BPS, ukuran ini adalah bagian dari kesepakatan dunia. Dalam pertemuan di Roma tahun 2001, FAO (Food and Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization), dari hasil kajian mendalam para pakar yang telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama merekomendasikan, bahwa batas minimal kebutuhan manusia untuk mampu bertahan hidup dan mampu bekerja adalah di sekitar 2.100 KKal ditambah kebutuhan paling dasar non makanan.
Batas minimal kebutuhan manusia untuk bertahan hidup dikenal dengan garis kemiskinan. Untuk selanjutnya BPS dalam menghitung angka kemiskinan menggunakan pendekatan garis kemiskinan.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2014 – 2019 yang disusun berdasar strategi nasional penanggulangan kemiskinan (SNPK).
Yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh seluruh kepala daerah di masing-masing kabupaten/kota di Indonesia yang tertuang dalam RPJMD masing-masing dengan mekanisme dan target yang bervariasi. Yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan daerah masing-masing.
Secara nasional angka kemiskinan pada tahun 2019 sudah menunjukkan penurunan yang signifikan, yaitu dari 15,42 persen pada tahun 2008 Menjadi 9,46 persen Pada tahun 2019, atau turun sekitar 6 persen (7,39 juta orang).
Namun demikian, dengan beragamnya kondisi wilayah di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, utamanya infrastruktur, ditambah dengan beragamnya budaya dan kualitas SDM masyarakatnya, maka belum seluruh kabupaten/kota di Indonesia berhasil mencapai satu digit angka kemiskinannya.
*
Kota Pasuruan sebagai salah satu wilayah perkotaan di Jawa Timur, sejak tahun 2009, sudah berhasil menurunkan angka kemiskinannya menjadi angka satu digit, yaitu dari 11,20 persen (tahun 2008) menjadi 9,34 persen (tahun 2009), atau sekitar 3 ribuan penduduk miskin yang dapat terentaskan dari kondisi sebelumnya.