Pasuruan (WartaBromo.com) – Pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Pasuruan tercatat sebanyak 99 orang. Jumlah tersebut terdapat peningkatan, meski bekerja di luar negeri diungkapkan tak banyak diminati.
Angka 99 pekerja yang lumrah disebut TKI (tenaga kerja Indonesia) itu dicatat Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Pasuruan, hingga akhir 2019.
Dari daftar itu diketahui terdiri dari 88 perempuan dan 11 laki-laki. Sedangkan pada 2018 lalu, 77 (terdiri dari 71 perempuan dan 6 laki-laki) warga Kabupaten Pasuruan bekerja di luar negeri.
Kepala Disnaker Kabupaten Pasuruan, Tri Agus Budiharto mengakui, TKI asal Kabupaten Pasuruan didominasi oleh perempuan.
Mereka, lumrahnya bekerja sebagai baby-sitter (perawat bayi), care-giver (pemberi perhatian untuk orang sakit/lanjut usia,) dan house-maid (asisten rumah tangga).
Pekerja migran ini berasal dari wilayah yang selama ini dikenal merupakan kantong-kantong dengan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri paling banyak. Seperti Nguling, Prigen, hingga Pandaan.
“Kalau pekerjaan sebagai baby-sitter, care-giver, atau house-maid pasti lebih banyak perempuan, karena membutuhkan ketelatenan dan kesabaran,” kata Tri, Kamis (06/02/2020).
Oleh Tri diungkapkan, beberapa faktor menjadi dasar jumlah warga Kabupaten Pasuruan yang bekerja di luar negeri meningkat. Di antaranya banyak yang sukses, setelah mengadu nasib di beberapa negara yang membuka Loker (lowongan pekerjaan).
Hanya saja, meski secara jumlah mengalami peningkatan, apabila dibandingkan dengan banyaknya lowongan pekerjaan sejumlah negara (seperti Malaysia, Taiwan, Hongkong dan negara Asia Tenggara lainnya), ketertarikan masyarakat untuk bekerja di luar negeri, masih sangat kecil.
Tri menjelaskan, sepanjang tahun 2019 lalu, jumlah Loker ke luar negeri mencapai 2.000 lowongan. Sedangkan jumlah pendaftar sebatas puluhan orang.
“Terutama di Kapal Pesiar, banyak sekali Loker yang dibuka.Tapi yang daftar malah hanya puluhan saja. Banyak yang tidak berminat. Bahkan ada yang hanya coba-coba saja,” ungkap Tri.
Tri mengatakan, sepinya peminat sebagai TKI/PMI, bisa karena besaran gaji tidak jauh berbeda dengan UMK (upah minimum kabupaten), selain kemungkinan faktor budaya.
“Kebetulan Kabupaten Pasuruan masuk ring I Jatim, jadi kalau dipikir-pikir, gajinya tidak beda jauh. Makanya mereka gak mau. Kalau faktor budaya, ya lebih pada keinginan untuk tidak jauh dari keluarga. Bisa jadi seperti itu alasannya,” urai pria yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Pasuruan itu.
Dengan masih kecilnya keinginan masyarakat bekerja di luar negeri, Disnaker Kabupaten Pasuruan memaksimalkan sosialisasi. Utamanya dalam memberikan pemahaman agar warga tidak berangkat ke luar negeri secara ilegal.
Upaya itu dinilainya penting, menyusul masih ditemukannya indikasi warga berangkat ke luar negeri secara illegal, melalui calo.
Pastinya, Disnaker tidak membuka pendaftaran pekerja migran. Tapi tetap melakukan proses legalisasi, menerbitkan rekom untuk para calon TKI guna mendapatkan paspor.
“Mereka rata-rata sudah melalui sponsor, dan diarahkan ke perusahaan jasa pengiriman TKI. Dari situ, oleh perusahaan itu didaftarkan ke kita untuk mendapat rekom,” jelasnya. (mil/ono)