Sukapura (wartabromo.com) – Rencana pemerintah pusat untuk membangun kereta gantung di kawasan Gunung Bromo terus mendapat penolakan dari sejumlah pelaku jasa wisata. Mereka pun mengirimkan surat penolakan kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Sejak awal digaungkan, kereta gantung di Bromo mendapat penolakan. Utamanya dari pelaku jasa wisata. Sebab proyek itu, dinilai merugikan keberlangsungan ekosistem dan wisata di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) itu.
Salah satu kelompok yang menolak adalah Perkumpulan Penyedia Jasa Layanan Akomodasi dan Tranportasi Wisata (PATRA) Sukapura. Komunitas ini pun mengirimkan surat terbuka ke Gubernur Jatim pada 3 Februari 2020. Ada 3 poin yang menjadi alasa penolakan pembangunan kereta gantung di Bromo.
Pertama pembangunan kereta gantung dipastikan menganggu kawasan konservasi dan ekosistem di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Sebagai gunung api aktif, Bromo sangat rawan terjadi bencana vulkanologi. Sehingga perlu diperhatikan terkait keamanannya.
Kemudian, apabila itu proyek tetap dilanjutkan, akan berdampak pada pelaku jasa wisata di kawasan TNBTS. Ada ribuan orang yang terancam kehilangan penghasilan. Sebab, adanya kereta gantung secara otomatis wisatawan akan beralih ke kereta gantung.
Terakhir, anggaran yang mencapai Rp300 miliar, lebih bijak jika dialokasikan kepada penataan dan pengelolaan kawasan wisata Gunung Bromo. Termasuk melengkapi fasilitas yang ada di kawasan tersebut. Seperti ketersediaan air bersih, penambahan sarana toilet hingga sarana tempat ibadah.
“Termasuk minimnya fasilitas kesehatan seperti ambulan dan lainnya, sehingga hal seperti itu harus diperhatikan demi kenyamanan pengunjung,” ujar Ketua PATRA Sukapura, Moch Solehan, pada Selasa, 4 Februari 2020.
Tidak hanya itu, adanya pembangunan kereta gantung sendiri juga mendadak. Sebab, selama ini tidak ada uji publik atau diskusi sebelum pembangunan ini. Masyarakat Suku Tengger dan pelaku wisata cenderung dipaksa menerima proyek tersebut.
“Uji publik tidak ada, diskusi soal pembangunan ini juga tidak pernah dilakukan, dari tingkat terkecil seperti kecamatan, daerah hingga ke atasanya, gak ada sama sekali. Cenderung dipaksakan untuk diterima,” kata Solehan.
Ia pun berharap, surat terbuka yang dikirim kemarin itu, bisa menganulir rencana pembangunan kereta gantung di kawasan Gunung Bromo. “Kereta gantung di negara lain sudah tidak dipakai, termasuk di Indonesia juga ditolak, Ijen juga seperti itu, lalu mau dipaksakan di Bromo? Tolong yang masih asri dan alami ini harus dipertahankan,” tegasnya penuh harap.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, rencana tersebut telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbang Kertasusila, Kawasan Bromo Tengger Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lingkar Selatan.
Dalam dokumen setebal 150 halaman lebih itu, total anggaran yang disiapkan mencapai Rp 300 miliar lebih. (saw/saw)